Petugas KSDA Jawa Timur Dilatih Menangani Anak Lutung Jawa

Minggu, Juni 16, 2024

 

Seekor anak lutung jawa di objek wisata Batu Screet Zoo, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu, 14 Agustus 2013. Foto-foto: ABDI PURMONO

MALANG — Perburuan dan perdagangan lutung jawa masih terjadi di wilayah Provinsi Jawa Timur. Selain perburuan, populasi lutung jawa (Trachypithecus auratus) terancam terus menyusut akibat kerusakan habitat. 

Tercatat lebih dari 120 ekor lutung jawa atau lutung budeng diamankan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Jawa Timur dalam kurun lima tahun terakhir. 

Berdasarkan data lembaga pusat rehabilitasi lutung jawa, Javan Langur Center-The Aspinall Foundation Indonesia Program (JLC-TAFIP), sekitar 70 persen dari 120 ekor lutung jawa yang diamankan masih berusia anakan sehingga sangat rentan terhadap kematian sebab anak lutung cenderung gampang stres saat berada dalam proses penyelamatan, terutama saat pemberian makanan. 

Selain karena karakter dan kecenderungan stresnya yang tinggi, ada faktor minimnya pengetahuan dan keterampilan petugas yang menanganinya. Sering kali petugas tidak tepat bertindak sehingga kian memperburuk kondisi anak lutung. 

“Kebanyakan yang terjadi adalah anak-anak lutung tersebut sudah tidak dapat diselamatkan sebelum dirawat di tempat kami,” kata Manajer JLC Muhammad Iwan Kurniawan kepada saya, Kamis sore, 13 Juni 2024.

Baca juga: Bila Kucur Rindu Hutan 

Petugas KSDA Jawa Timur seusai pelatihan di kantor JLC pada Kamis sore, 13 Juni 2024.  

Merespons masalah itu, JLC bekerja sama dengan Balai Besar KSDA Jawa Timur mengadakan pelatihan identifikasi dan penanganan lutung jawa di kantor JLC yang berlokasi satu area dengan objek wisata Coban Talun di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. 

Pelatihannya ditujukan kepada para petugas KSDA, terutama petugas lapangan, serta petugas Unit Pelaksana Teknis Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur, serta sukarelawan peduli konservasi lingkungan hidup dan kehutanan. 

Pelatihan pertama sudah digelar pada 25 Januari 2024, yang diikuti 18 orang peserta. Peserta terdiri 15 petugas KSDA, seorang petugas Tahura Raden Soerjo, dan dua orang sukarelawan. 

Pelatihan kedua dilaksanakan pada 13 Juni 2024, yang diikuti oleh 20 orang petugas KSDA, dua orang staf Tahura Raden Soerjo, serta seorang sukarelawan. Sedangkan pelatihan ketiga direncanakan diadakan pada Agustus atau September.

Baca juga: Memantau Sang Garuda di Lereng Semeru 

Iwan menjelaskan, pelatihan itu bertujuan untuk memberikan pemahaman dasar agar seluruh peserta dapat mengenali spesies lutung jawa, jenis kelamin, estimasi umur, perilaku dan jenis makanan yang dikonsumsi, serta habitat dan penyebarannya. Pemahaman dasar ini terangkum dalam materi bioekologi lutung jawa. 

Selain pengetahuan bioekologi, seluruh peserta mendapat pengetahuan dasar tentang teknik penangkapan (animal restraint) dan memegang (animal handling) lutung jawa saat melakukan penyelamatan (rescue) atau penanganan teknis lainnya, serta pengenalan dan penguasaan alat bantu tangkap yang digunakan. Seluruh peserta juga diberi pengetahuan dasar mengenai perawatan bayi maupun anakan lutung jawa. 

Instruktur JLC menguraikan cara menangani anak lutung jawa berdasarkan usia, jenis minuman, makanan dan suplemen yang diberikan, serta diajari cara melatih sosial dan motoriknya, diajari menguasai peralatan dan bahan-bahan, serta pengetahuan lain yang berhubungan dengan keperawatan bayi maupun anakan lutung. 

“Jadi, niat dan tujuan baik serta kesigapan petugas saat melakukan evakuasi saja tidak cukup tanpa disertai pengetahuan dan kecakapan yang memadai. Untungnya, teman-teman KSDA dan peserta lainnya punya kemauan belajar yang tinggi,” ujar Iwan, alumni Institut Pertanian Malang. 

Peserta senang mengikuti pelatihan itu. Polisi Kehutanan Madya Balai Besar KSDA Jawa Timur Rakhmat Hidayat mengaku kemampuan dirinya dan koleganya masih kurang saat mengidentifikasi dan menangani satwa liar hasil penegakan hukum (gakkum) oleh jajaran KLHK dan mitra instansi, termasuk jika ada lutung jawa didapat lewat operasi gakkum maupun lutung jawa yang diserahkan oleh masyarakat. 

“Pelatihan ini sangat membantu kami dalam menangani lutung jawa secara benar dan tepat sampai lutungnya selamat, terutama yang masih bayi dan anakan, baik hasil gakkum maupun hasil penyerahan oleh masyarakat,” kata Rakhmat.

Baca juga: BRIN Pakai Teknologi eDNA dan Bioakustik di Pulau Nusa Barong

Seekor anak lutung jawa di objek wisata Batu Screet Zoo, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu, 14 Agustus 2013.

Modus Perdagangan Lutung Jawa

Mayoritas petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur yang menjadi peserta pelatihan berasal dari Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Surabaya (Surabaya, Bandar Udara Internasional Juanda, Mojokerto, Gresik, dan Pulau Bawean), SKW V Banyuwangi (Banyuwangi, Pulau Nusa Barong, Jember, Situbondo, dan Kawah Ijen), serta SKW VI Probolinggo (Lumajang, Pasuruan, Pulau Sempu, Malang, dan Argopuro). 

Nah, dari obrolan saya dengan mereka seusai pelatihan diperoleh cukup banyak informasi perihal sejumlah pola perburuan dan perdagangan satwa liar di Jawa Timur. 

Dalam banyak kasus perdagangan ilegal satwa liar, SKW III Surabaya menjadi daerah tujuan utama maupun jadi lokasi pengiriman satwa ke daerah lain di Indonesia, terutama Jakarta, dan bahkan diselundupkan ke luar negeri. 

Khusus untuk lutung jawa, SKW V Banyuwangi dan SKW VI Probolinggo jadi sumber perolehan atau daerah perburuan lutung jawa. Sekitar 80 persen dari 120 lutung jawa yang diamankan petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur dalam lima tahun terakhir merupakan hasil perburuan atau penangkapan ilegal di wilayah kerja SKW VI Probolinggo.

Baca juga: Agar Anggrek Selop Lestari 

Seekor lutung jawa dewasa di objek wisata Batu Screet Zoo, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu, 14 Agustus 2013

Sepanjang 2022-2024, petugas jajaran Balai Besar KSDA Jawa Timur menyita 40 ekor lutung jawa dari para pedagang satwa. Kasus perdagangan lutung jawa tertinggi terjadi pada 2023. Perdagangannya tidak hanya secara offline melalui tatap muka antara pedagang dan penjual. Para penjual sekarang terbiasa memasarkannya secara daring (dalam jaringan) alias online melalui jejaring media sosial, terutama Facebook, karena dianggap aman dan sulit ditelusuri. 

Mereka lazimnya berkomunikasi secara tertutup dan eksklusif melalui grup media sosial Facebook, Whatsapp, dan Telegram. Semua menggunakan akun palsu dan hanya dikenali oleh kalangan mereka. Transaksi dilakukan tanpa tatap muka dan biasanya mereka mendaftarkan nomor rekening bersama (rekber) sesama penjual daring kepada calon pembeli. Penggunaan rekber dianggap lebih aman lantaran petugas sulit mendeteksi identitas dan aliran dana penjual. 

Hanya sedikit pelaku yang berani berjualan melalui platform lokapasar alias marketplace semacam Shopee dan Tokopedia karena dianggap lebih gampang dilacak aparat penegak hukum. 

Awalnya, perdagangan satwa liar melalui media sosial sulit diungkap oleh petugas Balai Besar KSDA Jawa Timur, maupun oleh Balai Gakkum Jabalnusra (Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara) KLHK dan aparat kepolisian. Perdagangan satwa liar model ini mulai banyak digagalkan setelah para petugas kerap melakukan patroli siber.

“Pekerjaan rumah yang masih cukup berat adalah membongkar jaringan perdagangan ilegal satwa liar dilindungi lewat jaringan grup medsos yang tertutup dan eksklusif itu,” kata Fajar Dwi Nur Aji, Pengendali Ekosistem Hutan Balai Besar KSDA Jawa Timur.

Baca juga: Wisata Peduli Sungai Brantas

Seekor lutung jawa dewasa di objek wisata Batu Screet Zoo, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu, 14 Agustus 2013.

Selain lutung jawa, hewan primata yang paling banyak diperjualbelikan di Jawa Timur adalah kukang jawa (Nycticebus javanicus). Khusus lutung, bayi dan anakannya yang paling dicari dan laris diperjualbelikan. Di pasar gelap, harga seekor bayi lutung antara Rp 1 juta sampai sampai Rp 1,5 juta. Harga lutung dewasa antara Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu. 

Umumnya bayi dan anak lutung lalu dijual sebagai hewan peliharaan (pet). Sedangkan lutung dewasa biasanya dibunuh: jasadnya diawetkan, atau dagingnya dijual kepada pembeli yang percaya daging lutung berkhasiat menyembuhkan penyakit asma, atau diolah jadi daging bakso.

“Kemungkinan besar induk lutung dibunuh duluan karena induknya sangat agresif saat melindungi anak-anaknya yang hendak dirampas. Bisa juga lutung dewasa jantan yang jadi pemimpin koloninya yang dibunuh. Yang jelas, pasti ada satu ekor lutung dewasa yang hilang akibat perburuan liar, biasanya ditembak dengan senapan angin,” kata Iwan Kurniawan.

Tonton jugaPelepasan Elang Jawa di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru  

Kuat dugaan lutung-lutung yang ditangkap berasal dari taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, dan hutan lindung yang berada di Probolinggo, Bondowoso, Jember, Lumajang, dan Situbondo. Berdasarkan hasil pendataan JLC sepanjang 2010-2018, sedikitnya ada 2.700 ekor lutung yang tersebar di kawasan pelestarian alam. Sekitar 60 persen lutung menghuni taman nasional dan hutan lindung. Keberadaan lutung di dua kawasan pelestarian alam ini dianggap aman. 

Tapi, itu dulu. Kabar terbaru, banyak pemburu menyasar hutan lindung di Banyuwangi, Jember, Situbondo, Lumajang, dan Malang karena mereka menganggap para pengelola hutan lindung sangat lemah mengawasinya dan merasa satwa di hutan lindungnya masih aman-aman saja. 

Para pemburu biasanya menyerahkan hasil buruan ke pengepul. Dari pengepul dikirim ke pedagang. Dulu, jalur perdagangannya melalui Stasiun Kalibaru di Banyuwangi, serta stasiun dan terminal Arjasa di Jember. 

Perdagangan satwa liar berdampak pada penurunan populasi lutung jawa. JLC mencatat, dalam 36 tahun terakhir atau tiga generasi, populasi primata endemik Pulau Jawa itu menyusut sekitar 30 persen. Apabila tiada upaya pencegahan serius, populasinya bisa saja menuju kepunahan. 

“Perburuan di alam sebenarnya masih marak dan itu jadi ancaman serius yang membutuhkan kerja sama kita semua, terutama kerja sama stakeholders (para pemangku kepentingan) untuk menjaga lutung jawa dan satwa liar lainnya aman dan lestari,” kata Iwan.

Baca juga: Ada Anggrek, Bambu, Pisang, hingga Palem 

Seekor anak lutung jawa di objek wisata Batu Screet Zoo, Kota Batu, Jawa Timur, Rabu, 14 Agustus 2013. 

Status Konservasi Lutung Jawa 

Lutung jawa merupakan salah satu jenis primata endemik yang hanya dapat dijumpai di Pulau Jawa dan Pulau Bali. Hewan mamalia ini berstatus dilindungi negara berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) sebagai Satwa Dilindungi. Keputusan ini diperkuat dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/ KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. 

Di tingkat global, Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Flora dan Fauna Liar yang Terancam Punah (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora/CITES) memasukkan lutung jawa ke dalam Apendiks II. Ini kategori spesies yang tidak terancam punah, tapi berpotensi terancam punah apabila keberadaannya tidak dimonitor secara ketat. 

Dalam bahasa lain, begitu masuk Apendiks II CITES, berarti nasib lutung jawa tinggal dua langkah lagi menuju kepunahan. 

Sedangkan Uni Internasional untuk Konservasi dan Sumber Daya Alam (The International Union for Conservation of Nature/IUCN) melabeli lutung jawa dengan status konservasi vulnerable (VU) alias rentan, yaitu status konservasi yang diberikan kepada spesies yang sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada masa mendatang. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »