Nayif Muhammad Dzaki dan guru pembimbing Farhan Naufal Firdaus Al Fath. Foto: ABDI PURMONO. |
MALANG —
Sebagian orang menganggap hujan sebagai sumber bencana hidrometeorologi. Banjir
dan longsor, contohnya.
Nayif Muhammad Dzaki dan empat siswa kelas dua (kelas XI) Ilmu Pengetahuan
Alam SMA Thursina International Islamic Boarding School (IIBS) justru
menganggap hujan sebagai berkah bagi kemaslahatan manusia dan musim hujan jadi
inspirasi bagi Nayif dan kawan-kawan.
Perlu diketahui, Thursina IIBS (dulu Tazkia IIBS) berlokasi di Dusun
Klandungan, Desa Landungsari, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa
Timur. Sekolah berasrama ini baru berusia 8 tahun.
Nayif mengaku butuh waktu seminggu untuk mendapatkan ide hingga ia bersama
Balaga Idnick, Muhammad Raafi Ananda, Muhammad Roayana Azzam Muntaqo, dan
Farras Hazim Rakhmadi mulai meneliti kegunaan air hujan sebagai sumber energi
listrik sejak pertengahan November sampai akhir Desember 2022. Mereka dibimbing
Farhan Naufal Firdaus Al Fath alias Ustad Farhan selaku guru
Fisika.
“Saya waktu itu mikirnya sayang banget air hujan terbuang
begitu saja. Padahal negeri kita punya curah hujan yang sangat tinggi dan itu
merupakan potensi besar yang bisa diubah jadi energi terbarukan. Apalagi dunia
juga sedang menuju krisis energi fosil secara global. Pemerintah kita pun
sedang berusaha mengembangkan PLTA (pembangkit listrik tenaga air) hujan,” kata
Nayif kepada saya di sekolahnya, Senin, 13 Februari 2023.
Secara ringkas, Nayif dan kawan-kawan menggunakan bahan piezoelectric (diindonesiakan
jadi piezoelektrik), ditambah sejumlah komponen seperti resistor, dioda, dan
kapasitor. Nayif dan kawan-kawan menghabiskan Rp 200 ribu untuk belanja bahan,
tapi menghabiskan waktu tiga pekan untuk merakit seluruh komponen hingga jadi
alat prototipe pembangkit listrik.
Alatnya sederhana saja, berupa tripleks berdimensi 600 sentimeter persegi
panjang yang ditempeli 10 piezoelektrik berbentuk bulat yang berdiameter 35
milimeter. Tim Nayif tidak bernama, begitu pula dengan alat buatan
mereka.
Piezoelektrik merupakan salah satu bahan yang dapat menghasilkan tegangan
listrik saat terkena tekanan atau getaran mekanik. Bahan piezoelektrik bersifat
reversibel: apabila tegangan listrik diterapkan pada bahan piezoelektrik, maka
pada material tersebut terjadi deformasi mekanik.
Karena kelebihannya, bahan piezoelektrik dapat digunakan sebagai bahan
pembuat sistem yang dapat mengumpulkan energi. Penelitian yang dilakukan tim
Nayif memanfaatkan derai hujan yang mengenai bahan piezoelektrik dan
mengeluarkan tegangan. Tegangan yang dihasilkan diukur dengan memakai sensor
tegangan dan Arduino Uno yang
berbasis ATMega328P. Tegangan yang dibaca Arduino langsung disambungkan ke
laptop yang sudah dilengkapi aplikasi penghitung energi listrik, dengan tujuan
untuk mempermudah pengolahan data.
Baca juga: Siswa SMA Thursina IIBS Malang Manfaatkan Hujan Jadi Sumber Energi Listrik
Seluruh kegiatan riset dipusatkan di Laboratorium Fisika Thursina IIBS.
Sedangkan pengujiannya dilakukan di tempat terbuka dalam lingkungan sekolah
saat terjadi hujan. Pengujian dilakukan dengan cara membiarkan bahan piezoelektrik
terkena hujan. Tim tidak menghitung kecepatan angin.
Pengujian dilakukan lima kali. Hasilnya, alat rancangan Nayif dan
kawan-kawan dapat menghasilkan daya sebesar 10 sampai 18,46 volt dari debit air
sebesar 160 mililiter per detik hingga dapat menyalakan lampu light
emitting diode (LED). Lampu ini sebenarnya hanya lampu indikator
listrik. Untuk tegangan yang dibutuhkan LED sebesar 3,6 volt. Energi yang
dihasilkan muncul di layar laptop. Sedangkan durasi lampu menyala seturut
lamanya hujan turun.
Hasil penelitian mereka pun menunjukkan, semakin besar debit air yang
digunakan, maka tegangan yang dihasilkan semakin besar.
“Data yang masuk melalui piezoelektrik belum konstan, masih acak-acakan.
Alat yang kami buat bertugas untuk merapikan sekaligus menyamakan aliran arus
listrik yang masuk. Jadi, sebenarnya, riset kami masih awalan sekali dan sangat
sederhana, hanya untuk menghitung besaran voltase yang dihasilkan,” ujar Nayif,
remaja kelahiran Palembang, 2 November 2006.
Hasil penelitian itu yang kemudian diikutsertakan dalam ajang Global Youth Invention and Innovation Fair (GYIIF) 2023 yang diadakan di Kampus Institut Pertanian Bogor (sekarang IPB University) pada 23 Januari lalu. Nayif dan kawan-kawan menyisihkan 152 tim riset yang berasal dari Indonesia dan 17 negara.
Keberhasilan itu tidak membuat Nayif dan teman-temannya cepat puas. Mereka
bertekad menyempurnakan alat buatan mereka agar bisa bermanfaat bagi banyak
orang. Nayif membayangkan suatu saat alat buatan mereka bisa dipasang di
atap-atap rumah masyarakat untuk menghemat biaya hidup mereka.
Baca juga: Tiada Listrik PLN, Nelayan Kondangmerak Andalkan PLTS Atap untuk Bikin Es
Ustad Farhan menambahkan, Nayif dan kawan-kawan sebenarnya sering
mendapatkan gelar juara di bidang riset. Pada 2022 mereka meraih tiga gelar
juara dengan medali berbeda.
Di tahun itu mereka memperoleh medali emas di ajang International Avicenna
Youth Science Fair yang diselenggarakan di Iran. Lalu, mereka mendapat
medali perak di ajang World Invention Competition Exhibition (WICE) di
Malaysia. Mereka membawa medali emas dari ajang International Science and
Invention Fair (ISIF) yang diadakan secara hibrida di Universitas Pendidikan
Ganesha Bali, 1-5 November 2022.
Saat ini, Nayif dan kawan-kawan ingin berkarya lagi lewat Lomba Karya
Ilmiah Remaja (LKIR), yang merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), sekitar Maret nanti. LIPI sendiri
sudah dilebur menjadi organisasi riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional
(BRIN) pada 2021 berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang
BRIN.
“Jika bisa menang di LKIR, siswa kami punya kesempatan untuk terbang ke
Amerika Serikat untuk beradu dengan tim riset dari banyak negara. Itu lebih
menantang lagi,” kata Farhan. ABDI PURMONO
0 Komentar