Suasana di lokasi Coban Jahe, Dusun Begawan, Desa Pandansari Lor, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Foto-foto: ABDI PURMONO |
KOTA-KOTA
di Provinsi Jawa Timur dilanda musim kemarau panjang. Hujan tidak turun merata di
bulan November ini. Surabaya dan Malang, misalnya, dipanggang suhu lebih dari
33 derajat Celsius tiap hari.
Jadi, wajar jika banyak warga Jawa Timur memilih berwisata alam ke sejumlah lokasi air terjun di Malang, seperti yang dilakukan Rizal dan seorang temannya. Kedua mahasiswa ini bermain siram-siraman di aliran air terjun Coban Jahe, Dusun Begawan, Desa Pandansari Lor, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
Mereka
sengaja ke Coban Jahe untuk mendinginkan badan karena suhu di Kota Malang
tempat mereka berkuliah semester satu di Program Studi Antropologi Fakultas
Ilmu Budaya Universitas Brawijaya sedang sangat panas.
“Sebagai
mahasiswa pendatang kami juga penasaran ingin melihat objek wisata air terjun
yang tidak ada di tempat kami. Saya dari Situbondo dan kawan saya ini dari
Surabaya,” kata Rizal kepada saya, Minggu, 17 November 2019.
Setelah
itu mereka berfoto-foto dengan latar air terjun setinggi 45 meter. Begitu pula
yang dilakukan pengunjung lainnya. Mayoritas pengunjung datang berombongan.
Lokasi
Coban Jahe dekat dengan pintu masuk kawasan Taman Nasional Bromo Tengger
Semeru, berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat Kota Malang ke arah timur,
dengan waktu tempuh maksimal 1 jam bermobil dan 45 menit bersepeda motor. Akses
jalan ke sana sudah cukup baik. Jalan desa sudah beraspal dan dilebarkan. Hanya
jalan dari ujung desa ke lokasi yang masih berupa jalan tanah.
Menurut
Hadi Suyitno, penanggung jawab pengelolaan Coban Jahe, objek wisata Coban Jahe
berada dalam kawasan hutan produksi kepunyaan Perhutani Unit II Jawa Timur
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang, yang secara teknis dalam kewenangan
pengelolaan oleh Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Sukopuro, Kecamatan Jabung.
Pengelolaan
objek wisata Coban jahe dikerjasamakan Perhutani dengan Lembaga Kemitraan Desa
Pengelola Hutan (LKDPH) Pandansari Lor sejak 2012 dan kemudian resmi dibuka
buat wisatawan mulai 2014.
“Sekarang
perkembangannya di sini menggembirakan walau jumlah pengunjung kami tidak
sebanyak dari objek coban (air terjun) yang lebih dulu populer di Malang,” kata
Hadi.
Rata-rata
tiap pekan ada 700-an orang yang mengunjungi Coban Jahe. Jumlah pengunjung
terbanyak datang di akhir pekan, Sabtu dan Minggu, dengan kisaran pengunjung
antara 300 sampai 400 orang.
Tiket
masuk Rp 10 ribu per orang. Anak-anak usia di bawah lima tahun bebas tiket.
Parkir sepeda motor Rp 2 ribu dan mobil Rp 5 ribu.
Hadi
mengklaim tiket masuk ke Coban Jahe lebih murah dibanding objek wisata air
terjun yang lebih dulu populer dan juga dikelola Perhutani, seperti Coban Rondo
dan Coban Pelangi.
Bukan
hanya air terjun dan tamannya yang bisa dinikmati pengunjung. Pengelola juga
menyediakan rumah pohon dan lokasi perkemahan. Waktu Tempo ke sana, ada sekitar
5 rombongan berbeda, termasuk rombongan Pramuka, yang berkemah dan melakukan
kegiatan outbound.
Kata
Hadi, di sana juga ada sebuah gua yang lubang masuknya sempit sehingga hanya
boleh dimasuki oleh penelusur gua profesional yang tentu saja harus membawa
perlengkapan khususnya.
Saat
ini pengelola Coban Jahe sedang mematangkan rencana menyiapkan kegiatan arung
jeram.
Tonton video: Ademkan Badan di Coban Jahe
Tonton video: Ademkan Badan di Coban Jahe
Kisah Tragis dari Nama
Coban Jahe
OBJEK
wisata alam Coban Jahe mulai populer di wilayah Malang Raya. Wilayah ini
mencakup tiga daerah administratif, yaitu Kabupaten Malang, Kota Malang, dan
Kota Batu.
Namun,
nama belakang air terjun setinggi 45 meter itu sejatinya tidak dipungut dari
nama tanaman jahe, tanaman berkhasiat obat bernama ilmiah Zingiber officinale.
Berdasarkan
cerita Menurut Hadi Suyitno, penanggung jawab pengelolaan Coban Jahe, nama
belakang objek wisata yang dapat dijangkau dalam tempo 45 menit dengan
bersepeda motor itu diambil dari kata pejahe, yang dalam bahasa Jawa berarti
meninggal dunia.
“Kisah
latar belakang lokasi ini memang menyedihkan, terkait sejarah perjuangan para
pejuang kita dulu,” ujar Hadi.
Mengutip
cerita dari leluhurnya, Hadi menyampaikan bahwa lokasi lokasi hutan dan air
terjun seluas 1 hektare itu dulunya jadi tempat pembantaian gerilyawan
Indonesia oleh pasukan Belanda pada 1948.
Sebanyak
38 pejuang yang bersembunyi di sana ketahuan oleh tentara Belanda dan kemudian
ditembaki dari atas bukit. Semua prajurit gugur dan mereka dimakamkan di taman
makam pahlawan (TMP) yang berlokasi sekitar 500 meter sebelum masuk Coban Jahe.
TMP ini ditandai dengan sebuah Tugu Makam Kali Jahe. ABDI PURMONO
0 Komentar