Kandang Kambing dan Potret Pers di Malang Raya (1)

Sabtu, Februari 09, 2019
ILUSTRASI: Jurnal Dewan Pers Edisi 18 November 2018.

Kandang kambing ini persis berhadapan dengan kantor pusat media siber tersebut.

SAYA pernah dibuat sangat penasaran oleh sebuah media siber bernama ReskumNama ini bukan nama asli.

Dalam boks redaksi disebutkan Reskum berkantor pusat di Dusun Tejosari, Kelurahan Candirenggo, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Kantor pusat Reskum berada di dalam sebuah gang yang jalan utamanya mengarah ke objek wisata Candi Sumberawan. Sedangkan kantor redaksinya beralamat di Perumahan Kedungturi Permai, Kelurahan Sepanjang, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo. Sebelumnya Reskum berkantor redaksi di Jalan Babadan Rukun, Kelurahan Dupak, Kecamatan Krembangan, Kota Surabaya.

Waktu itu akhir Oktober 2017. Saya penasaran karena Reskum mempublikasikan berita yang tidak akurat, tidak seimbang, mencampurkan fakta dan opini, serta bergelagat buruk.

Pokok beritanya tentang kerusakan lingkungan yang sembarangan dituduhkan kepada perusahaan tempat istri saya bekerja, serta menyalahkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pemerintah Kabupaten Malang yang dianggap tidak serius mengawasi perusahaan itu. Pihak perusahaan dan DLH dikesankan telah bersekongkol.

Perusahaan yang dituduh merusak lingkungan berlokasi di Singosari. Belakangan dua wartawan Reskum mendatangi perusahaan dengan alasan meminta konfirmasi atas berita yang sudah dibuat lebih dulu. Tentu saja pihak perusahaan dibuat kaget.

Saat pihak perusahaan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya, dua wartawan Reskum malah terkesan mengancam akan terus memberitakan masalah tersebut sampai pihak perusahaan dihukum oleh instansi berwenang kecuali pihak perusahaan bersedia memberikan kompensasi tertentu.

Saya mencatat curhat pihak perusahaan. Lalu saya menjelaskan perihal literasi media, kerja kewartawanan, khususnya yang berkaitan dengan media siber (online media), supaya pihak perusahaan jangan panik serta mampu mengenali tipikal wartawan profesional dan wartawan abal-abal. Saya menjelaskannya dengan merujuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Standar Organisasi Wartawan, Standar Perusahaan Pers, dan Pedoman Pemberitaan Media Siber (PPMS).

Penjelasan saya berujung saran kepada pihak perusahaan agar menyelesaikan masalah pemberitaan itu dengan menggunakan Hak Jawab. Saya mereferensikan Peraturan Dewan Pers Nomor 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab untuk diacu oleh pihak perusahaan.

Namun pihak perusahaan memilih bersikap pasif dulu karena merasa percuma menghadapi Reskum dan media sejenis yang pernah mendatangi perusahaan yang berada di kawasan industri Kabupaten Malang tersebut.

Saya tidak menyarankan pihak perusahaan melapor ke polisi karena saya menilai persoalannya masih dalam koridor pemberitaan. Lagi pula ancaman yang diungkapkan wartawan Reskum belum faktual menjadi pelanggaran tindak pidana umum. Mereka tidak terang-terangan hendak memeras perusahaan.

Saya yang penasaran kemudian sendirian mencari kantor pusat Reskum pada Sabtu pagi, 28 Oktober 2017. Alamat yang dicantumkan amat jelas, tapi ternyata susah dicari. Kebanyakan warga yang saya tanya menggelengkan kepala. Saya menemukan lokasi yang dicari secara tidak sengaja dari seorang penjaga warung yang mengaku masih berkerabat dengan RH, akronim dari pemimpin redaksi Reskum.

Sepeda motor saya parkir di tepi jalan. Dengan berjalan kaki saya menyusuri sebuah gang berkonblok selebar 2 meter. Sekitar 70 meter dari tepi jalan, saya menemukan sebuah rumah kosong tertutup.

Pintu tripleksnya berwarna cokelat dan mulai lapuk. Tampak di sisi bawah kiri dan kanan pintu terkelupas. Kelupasan yang memanjang dari atas ke bawah tampak di bagian tengah pintu. Rumah itu mempunyai empat jendela panjang berkaca tanpa teralis. Seluruh kusen pintu dan jendela berkelir hijau toska.

Di bagian atas pintu dan jendela depan tertempel dua stiker bertuliskan akronim tiga huruf nama sebuah stasiun televisi, serta dua bendera bergambar peta Indonesia berlatar warna biru dengan gambar ujung pena “menunjuk” Pulau Kalimantan dan bertuliskan nama Majelis Pers Nasional (MPN). Organisasi wartawan ini saya ketahui beroposisi terhadap Dewan Pers.

Nama stasiun televisi di stiker merujuk nama perseroran terbatas yang juga menjadi pemilik Reskum. Namun tiada keterangan profil yang muncul dengan nama PT itu saat saya cek di laman Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) kecuali penyebutan alamat Jalan Pemancar TVRI Dusun Sentong, Desa Wonorejo, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang.

Lalu seorang pria bercelana pendek dan bertelanjang dada menyapa saya. Sang pria mengaku masih bersepupu dengan RH. Ia memberitahu bahwa kantor pusat media siber Reskum menempati rumah milik orangtua RH dan rumahnya saat itu sedang disewakan. Kantor Reskum keseringan sepi melompong karena RH lebih banyak di luar kota. Biasanya ada sepasang pria dan wanita yang menyambangi kantor tiap dua bulan sekali.

Si pria mengatakan begitu sambil berdiri di dekat sebuah sepeda motor yang diparkir bersebelahan dengan kandang bambu berisi dua ekor kambing warna hitam. Kandang kambing ini persis berhadapan dengan kantor pusat Reskum.

Masih banyak lagi media siber di Malang Raya yang semodel dengan Reskum dan kehadiran mereka sudah menjadi fenomena di banyak daerah di Indonesia.[1]   ABDI PURMONO



[1] Wilayah Malang Raya merupakan sebutan untuk tiga wilayah administratif pemerintahan yang mencakup Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Ketiga daerah ini dulunya menyatu sebagai wilayah Karesidenan Malang (zaman Pemerintahan Hindia Belanda) bersama Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang.


___________________________


CATATAN:

Tulisan panjang ini dibagi ke dalam empat tulisan. Tulisan yang sudah diedit menjadi tulisan sepanjang 10 halaman dimuat dalam Jurnal Dewan Pers Edisi 18 (November 2018) dengan judul Potret Pers Malang Raya. Sampul jurnal dimaksud menjadi gambar ilustrasi di tulisan pertama ini.

Share this :

Previous
Next Post »