KEHENINGAN
melingkupi perkebunan karet di Afdeling 35 Kebun Bandar Betsy, Nagori (Desa)
Bandar Betsy II, Kecamatan Bandar Huluan, Kabupaten Simalungun, Provinsi
Sumatera Utara, Senin siang, 10 September 2018.
Teriakan burung
gagak dan kicauan burung lainnya terdengar pelan. Sayup-sayup terdengar
lenguhan sapi-sapi yang digembalakan di kelindapan pohon-pohon karet muda.
Sesekali sepeda motor warga melintas menderu di jalanan aspal desa yang tak
mulus.
Saat itu
saya sedang mengunjungi Monumen Tugu Sudjono yang
berdiri di lahan seluas setengah hektare dalam lingkungan Afdeling 35. Monumen
Tugu Sudjono saya jangkau dengan menempuh jarak sejauh sekitar 150 kilometer
dari pusat Kota Medan dan menghabiskan waktu sekitar 3,5 jam.
Salah seorang
warga yang mengaku bernama Paiman dan sedang menjaga sapi-sapi, sekitar 300
meter dari monumen, mengatakan keberadaan tugu saat ini tidak mendapat
perhatian serius. Kondisinya cenderung tidak terawat dan minim fasilitas umum.
Padahal, setahu Paiman, Monumen Tugu Sudjono sudah dijadikan sebagai objek
wisata sejarah sejak 2016 oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun.
Menurut Paiman,
Monumen Tugu Sudjono baru diperhatikan dan ramai dikunjungi saat diadakan
upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober. Pembersihan dilakukan
seminggu atau tiga-empat hari sebelum hari pelaksanaan upacara. Halaman luas
tugu dibersihkan dan dirapikan. Lingkungan toilet yang biasanya kotor
dibersihkan. Toilet lagi dicat lagi biar enggak kusam.
Tentu saja
bangunan monumen dan patung-patungnya turut dibersihkan dan dicat ulang. Bila
ada bagian patung yang cacat langsung diperbaiki.
Upacara
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila biasanya diikuti unsur Pemerintah Provinsi
Sumatera Utara, Kodam I Bukit Barisan, kepolisian, forum pimpinan daerah
Kabupaten Simalungun, pihak perkebunan dan karyawan, serta organisasi
kemasyarakatan pemuda, dan warga setempat. Gubernur Sumatera Utara lebih sering
menjadi inspektur upacara.
Sehabis upacara
biasanya dilanjutkan dengan penampilan fragmen maupun drama tentang Peristiwa
Bandar Betsy. Drama ini melibatkan sejumlah seniman dan warga setempat.
“Kalau pas hari
peringatannya, tempat ini jadi ramai orang dan kendaraan. Habis upacara, ya
sepi lagi seperti sekarang. Paling orang-orang yang suka sejarah seperti Abang
yang datang ke sini,” kata Paiman.
Tonton video: Inilah Kembaran Monumen Pahlawan Revolusi.
Tonton video: Inilah Kembaran Monumen Pahlawan Revolusi.
Seingat Saring,
pernah sekitar Oktober 2017 toilet monumen dirusak orang. Semua daun pintu
berbahan alumunium hilang. Instalasi pipa air dipreteli. Plafon dan asbes dua
bilik toilet—masing-masing untuk pria dan wanita—jebol. Sedangkan lantai
keramik dikotori tahi sapi.
“Tapi, sekarang
saya dengar kondisi toiletnya sudah lebih bagus mungkin karena mulai rutin
dirawat sejak sering dikeluhkan warga. Kondisi monumennya kan sudah Abang lihat
sendiri,” kata Saring.
Baca juga: Di Simalungun Ada Kembaran Monumen Pancasila Sakti.
Saya mengamati, kondisi monumen saat ini cukup terawat. Rerumputan dipangkas rapi. Warna monumen, terutama warna patung-patung, tampak masih baru. Kondisi toilet juga agak mendingan.
Baca juga: Di Simalungun Ada Kembaran Monumen Pancasila Sakti.
Saya mengamati, kondisi monumen saat ini cukup terawat. Rerumputan dipangkas rapi. Warna monumen, terutama warna patung-patung, tampak masih baru. Kondisi toilet juga agak mendingan.
Berdasarkan
catatan sejarah, Sudjono adalah nama prajurit TNI Angkatan Darat berpangkat
Pembantu Letnan Satu (Peltu) yang tewas dalam upaya mempertahankan areal
perkebunan Bandar Betsy dari perebutan paksa sekitar 200 orang anggota Barisan
Tani Indonesia (BTI), organisasi sayap Partai Komunis Indonesia, pada 14 Mei
1965.
Saat itu Sudjono
bertugas sebagai petugas pengamanan PNP Karet IX Bandar Betsy (sekarang PT
Perkebunan Nasional III). Massa BTI mengeroyok Sudjono dengan menggunakan
peralatan tani seperti cangkul, golok, dan arit. Sudjono tewas di tempat dengan
bersimbah darah. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sebagai Peristiwa Bandar
Betsy.
Pemerintah
menganugerahkan penghargaan berupa kenaikan pangkat dari sebutan Peltu Sudjono
menjadi Letnan Dua (Anumerta) Sudjono dan menggelari Sudjono sebagai Pahlawan
Pembangunan. Pemerintah juga membuatkan monumen perjuangan yang menyerupai
Monumen Pahlawan Revolusi alias Monumen Pancasila Sakti alias Monumen Lubang
Buaya di Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, DKI
Jakarta.
Kedua monumen
tidak kembar identik. Ada beberapa perbedaan antara Monumen Tugu Sudjono dengan
Monumen Lubang Buaya. Di Bandar Betsy, patung Sudjono ditempatkan di depan
patung tujuh Pahlawan Revolusi (Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal Suprapto,
Letnan Jenderal MT Haryono, Letnan Jenderal Siswondo Parman, Mayor Jenderal
Pandjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean) yang
berbaris dari kiri ke kanan.
Total, ada
delapan patung di Monumen Tugu Sudjono. Di tembok monumen dipasang ornamen
Garuda Pancasila.
Tugu Sudjono
dibangun pada 1970-an. Pada 1997 dibuat monumen dengan tambahan patung 7
Pahlawan Revolusi. Sejak bertahun-tahun lamanya akses jalan ke sana masih
mengandalkan jalan provinsi Medan-Pematang Siantar, lalu berbelok ke kiri
melewati pos timbangan Dolokmerangir di Kecamatan Dolok Batunanggar, Kabupaten
Simalungun, hingga melewati kota kecil Serbalawan, di kecamatan yang sama.
Bertahun-tahun
lamanya akses jalan dari Serbalawan sampai lokasi Tugu Sudjono sering rusak
parah dan baru diperbaiki jelang Peringatan Hari Kesaktian Pancasila.
Meski sudah
dijadikan objek wisata sejarah, keberadaan Monumen Tugu Sudjono tidak gencar
dipromosikan. Tidak ada kegiatan berskala nasional apa pun di sana kecuali
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila berskala provinsi. Pengelolaannya terkesan tidak
serius, yang antara lain ditandai dengan ketiadaan ketiadaan kantor maupun pos
khusus bagi pengelola maupun penjaga monumen.
Alhasil, wajar
saja jika keberadaan Monumen Tugu Sudjono bagai antara ada dan tiada. Hanya
segelintir wisatawan yang mengunjunginya. Beberapa warga mengatakan, yang
paling sering mengunjungi adalah rombongan pelajar dan mahasiswa penempuh studi
sejarah.
Tugu Sudjono lebih banyak tidak diketahui publik dan lebih sering terlupakan, serta baru diingat menjelang
peringatan Hari Kesaktian Pancasila. Ia jelas kalah populer dibanding
kembarannya di Lubang Buaya. ABDI
PURMONO
0 Komentar