ILUSTRASI: Kepala Kepolisian Resor Malang AKBP Yade Setiawan Ujung memberi keterangan kepada wartawan, 19 April 2017. Foto: ABDI PURMONO |
Sengketa pemberitaan diselesaikan dengan menggunakan UU Pers dan diadukan ke Dewan Pers.
LANGKAH
Universitas Negeri Semarang melaporkan Pemimpin Redaksi Serat.id Zakki Amali ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah dinilai bisa mengancam
kebebasan pers dan kebebasan berpendapat.
Demikian
pembuka pernyataan sikap bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surakarta
bersama AJI Purwokerto dan AJI Yogyakarta, Kamis, 30 Agustus 2018. Ketiga
organisasi wartawan ini masing-masing diketuai Adib Muttaqin Asfar, Rudal
Afgani Dirgantara, dan Anang Zakaria.
Semestinya,
menurut AJI, sengketa pemberitaan diselesaikan dengan mekanisme yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bukan melalui jalur
pidana. Sederet berita investigatif tentang dugaan plagiasi oleh Rektor Unnes
Fathur Rokhman yang dipublikasikan media siber serat.id, yang jadi dasar pelaporan ke polisi, merupakan produk
jurnalistik.
Pengelola
serat.id mengutip keterangan banyak
narasumber yang beridentitas jelas dan bukan dari sumber anonim; melakukan
konfirmasi; memenuhi prinsip keberimbangan atau cover both side, serta menyajikan data akurat. Pengelola serat.id pun sudah mempublikasikan tanggapan
dari Unnes terkait pemberitaan kasus itu untuk memenuhi prinsip keberimbangan.
Karena
merupakan produk jurnalistik, maka setiap pemberitaan seharusnya diselesaikan
dengan menggunakan UU Pers, bukan mempidanakannya. Pihak Unnes bisa menggunakan
Hak Jawab untuk mengklarifikasi masalah tersebut.
Namun
pihak Unnes, yang diwakili Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Hendi Pratama, tidak menggunakan Hak Jawab yang ditentukan
dalam UU Pers dan justru melaporkan kasusnya ke polisi dengan tuduhan melanggar
Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE): Setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pihak
Unnes juga menganggap berita serat.id
bukanlah produk jurnalistik dan melabelinya sebagai produk hoaks. Humas Unnes menjadikan
Surat Edaran Dewan Pers Nomor 371/ DP/ K/ VII/ 2018 Tanggal 26 Juli 2018 perihal
pentingnya identifikasi media sebagai alasan tidak menggunakan Hak Jawab. Unnes
bergeming menganggap serat.id sebagai
media sosial lantaran serat.id belum
berbadan hukum dan belum terverifikasi oleh Dewan Pers.
Unnes
pun menganggap pemberitaan kasus plagiasi itu bukan produk jurnalistik karena
Zakki Amali, sang penulis, belum mengantongi sertifikat Uji Kompetensi Wartawan
(UKW).
Sehubungan
dengan itu, AJI Surakarta, AJI Purwokerto, dan AJI Yogyakarta berpendapat
sebagai berikut:
1. Penentuan sebuah
berita layak disebut produk jurnalistik atau tidak, bukan berdasarkan status
badan hukum media dan sertifikat UKW. Produk jurnalistik bisa dihasilkan oleh
siapa pun selama memenuhi prinsip-prinsip kerja jurnalistik dan Kode Etik
Jurnalistik.
2. Ketua Dewan Pers
Yosep Adi Prasetyo dalam artikel berjudul Profesional,
Abal-Abal, dan Hoaks yang diterbitkan oleh Jurnal Dewan Pers Edisi 14 pada Juni 2017 menjelaskan empat kuadran
media. Kuadran I dan II adalah media yang bisa dipercaya.
Kuadran I berisi media-media arus utama atau mainstream yang terverifikasi. Kuadran II
berisi media komunitas, media keagamaan, media pers mahasiswa, media kehumasan,
dan lain-lain termasuk media yang sedang dalam tahap rintisan maupun media yang
baru terdata di Dewan Pers dan belum dinyatakan lolos verifikasi. Dalam konteks
ini, serat.id jelas masuk Kuadran II
sebagai media rintisan.
Yosep juga menyatakan, salah satu tugas Dewan Pers adalah melindungi dan merawat kebebasan pers. Karena itulah Dewan Pers bertugas
menjaga keberadaan media-media yang ada di wilayah Kuadran II sehingga semua pengaduan tentang pemberitaan yang dibuat oleh media di Kuadran II harusnya
diselesaikan pula melalui mekanisme UU Pers.
3. AJI meyakini polisi
sangat memahami fungsi pers. Apabila ada sengketa pemberitaan, hendaknya diselesaikan
dengan menggunakan UU Pers sebagaimana disebutkan dalam Nota Kesepahaman antara
Dewan Pers dan Polri Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor: B/15/II/2017 tentang
Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait
Penyalahgunaan Profefesi wartawan.
Sikap
serupa juga disampaikan AJI Semarang. Kepolisian Daerah Jawa Tengah diminta
menggunakan UU Pers, serta menghormati dan melaksanakan Nota Kesepahaman antara
Dewan Pers dan Polri, untuk menyelesaikan sengketa pemberitaan antara serat.id dan Unnes.
AJI
Semarang menegaskan bahwa pemberitaan dugaan plagiasi yang disajikan serat.id merupakan bentuk pemenuhan hak
konstitusional Warga Negara Indonesia untuk memperoleh informasi sebagaimana
dijamin dalam Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945 dan UU Pers.
Serat.id merupakan media
siber yang didirikan AJI Semarang pada April 2018. Sebagai bentuk pelaksanaan fungsi
kontrol sosial, serat.id memberitakan
dugaan plagiasi oleh Rektor Unnes dalam empat kali publikasi pada 30 Juni 2018.
Redaksi serat.id pun secara kontinu
memberitakan sanggahan dari pihak Unnes. Pemuatan sanggahan ini dilakukan serat.id untuk memenuhi prinsip
keberimbangan atau cover both side
seperti ditentukan dalam Kode Etik Jurnalistik.
Tetapi,
Unnes melalui Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Universitas Negeri Semarang Hendi
Pratama malah melaporkan Zakki Amali ke Polda Jawa Tengah.
Ketua
Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo alias Stanley mengatakan, sebaiknya Polda Jawa
Tengah berkoordinasi dulu dengan Dewan Pers untuk memastikan apakah penanganan
kasus ini berada di wilayah Dewan Pers atau kepolisian.
Sesuai
aturan, polisi memang tidak boleh menolak pengaduan, tapi karena ada mekanisme
nota kesepahaman atau memorandum of
understanding (MoU) antara Polri dan Dewan Pers, maka kepolisian semestinya
berkoordinasi dengan Dewan Pers.
Sejak
9 Februari 2012, Dewan Pers dan Polri menyepakati nota kesepahaman penyelesaian
kasus sengketa jurnalistik sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers. Isi nota kesepahaman ini pada prinsipnya menegaskan bahwa siapa pun yang
merasa dirugikan oleh pemberitaan pers semestinya mengadu atau melapor ke Dewan
Pers, bukan ke polisi.
Apabila
ada kasus sengketa pers, Dewan Pers yang menilai tulisan atau berita yang diadukan
apakah sesuai dengan prinsip KEJ atau tidak. Dewan Pers bisa menerbitkan Pernyataan
Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang antara lain menyatakan apakah pengaduan
itu berkategori sengketa pers atau sengketa pidana.
Sebelumnya,
pada 21 Juli 2018, Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Universitas Negeri Semarang
Hendi Pratama melaporkan Zakki Amali ke Polda Jawa Tengah. Laporan dilayangkan
Hendi selaku penerima kuasa dari Rektor Unnes Fathur Rokhman.
Zakki
dituduh telah melanggar ketentuan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE tentang penghinaan
maupun pencemaran nama baik. Isi laporan terkait empat tulisan Zakki Amali pada
30 Juni tahun 2018 yang mengulas dugaan plagiasi oleh Rektor Unnes terhadap
salah satu artikel mahasiswa bimbingannya yang berinisial AR pada 2003.
Dalam
rilisnya, sebagaimana diberitakan harian Kompas
(Sabtu, 25 Agustus 2018), Hendi memaparkan bahwa laporan ke kepolisian
dilakukan karena Zakki Amali memproduksi artikel yang disebarkan melalui
jejaring media sosial Facebook, Twitter, dan Youtube. Penyebaran artikel ini
dianggap menyebabkan kerugian bagi pribadi rektor dan kelembagaan Unnes.
Hendi
beranggapan, tuduhan yang disampaikan Zakki melalui tulisannya tidak berdasar
karena hasil pemeriksaan tim investigasi Unnes, yang dipimpin Prof Dr Eddy
Mungin Wibowo, menujukkan tidak ada unsur plagiasi oleh Rektor Unnes Fathur
Rokhman terhadap artikel AR pada 2003.
Kata
Hendi, pada April 2018 AR telah menyatakan bahwa dirinya meminjam draf artikel
penelitian Fathur Rokhman. AR pun memohon maaf jika hal itu menjadi
permasalahan. ABDI PURMONO
1 Komentar
The recent actions taken by Semarang State University, reporting Serat.id's Chief Editor, Zakki Amali, to the Central Java Regional Police, have raised concerns about press freedom and freedom of expression. The Alliance of Independent Journalists (AJI) Surakarta, AJI Purwokerto, and AJI Yogyakarta have jointly expressed their disapproval, emphasizing that disputes of this nature should be resolved within the framework of the Press Law. It is essential to protect journalistic products like the investigative news published by Fiber. id, which presents balanced information and accurate data. Criminalizing such cases undermines the principles of journalism and hampers the exchange of information. Platforms providing assignment help in kuwait can further shed light on this matter through their expertise and insights.
Balas