Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. (Pasal 15 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers).
DI SEJUMLAH grup Whatsapp jurnalis
beredar surat penjelasan Dewan Pers tentang protes sejumlah orang yang
mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan maupun perusahaan pers terhadap
program verifikasi dan uji kompetensi wartawan atau UKW.
Surat bertanggal 26 Juli 2018 dan
bernomor 371/DP/K/VII/2018 itu ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara, Menteri
Koordinator Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan), Menteri Komunikasi dan
Informatika, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, Jaksa Agung, Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional, para
pimpinan BUMN/BUMD, para kepala biro hubungan masyarakat dan protokoler
pemerintah daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) se-Indonesia, serta para
pimpinan perusahaan.
Disusun sesuai urutan abjad
namanya, surat yang sama ditembuskan kepada empat ketua umum organisasi perusahaan
pers (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia/PRSSNI, Serikat
Perusahaan Pers/SPS (dulu bernama Serikat Penerbit Surat Kabar), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia/ATVLI, Asosiasi Televisi
Swasta Indonesia/ATVSI) dan tiga organisasi wartawan (Aliansi Jurnalis Independen/AJI, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia/IJTI, Persatuan Wartawan
Indonesia/PWI) yang jadi konstituen Dewan Pers.
Surat penjelasan sebanyak tiga
halaman yang ditandatangani Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo itu dilampiri pernyataan
pers Dewan Pers terkait kasus meninggalnya Muhammad Yusuf, 42 tahun, wartawan Berantas News dan Kemajuan Rakyat. Muhammad Yusuf tewas saat mendekam di penjara
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Kotabaru, Kalimantan Selatan, pada Ahad, 10
Juni 2018.
Isi suratnya saya salinkan ulang
di bawah ini.
PASCA-Reformasi 1998
dan terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers bermunculan
berbagai organisasi wartawan baru. Undang-Undang mempersilakan kepada setiap
wartawan untuk memilih bergabung dengan organisasi wartawan yang telah ada
ataupun membentuk organisasi wartawan baru. Orang juga seperti berlomba membuat
media tanpa mengurus badan hukum, dan menjalankan kewajiban lain sebagai
perusahaan yang diatur UU dan peraturan Dewan Pers terkait standar perusahaan
pers.
Indonesia saat ini
adalah negara dengan jumlah media paling banyak di dunia. Data media di
Indonesia saat ini diperkirakan mencapai angka 47.000 media. Media online/siber adalah paling banyak. Diperkirakan
ada 43.300 media online. Tapi yang
tercatat di Dewan Pers dan memenuhi syarat sebagai perusahaan pers hanya
berjumlah 2.200 saja. Sekitar 7 persen yang dapat disebut sebagai perusahaan
pers yang profesional.
Di Indonesia banyak orang
mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat
untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal. Media sengaja didirikan
sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat, pemerintah
daerah, maupun perusahaan.
Sejak Dewan Pers mencanangkan
program verifikasi perusahaan pers pada puncak peringatan Hari Pers Nasional
2017 di Ambon dan kembali menegaskan tentang perlunya uji kompetensi wartawan (UKW)
sebagai upaya memerangi hoax dan
praktek pers abal-abal, banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ataupun
mengatasnamakan media dan organisasi wartawan melancarkan aksi demonstrasi. Kelompok-kelompok
ini menolak verifikasi perusahaan pers dan juga UKW. Tuntutan itu disertai pula
dengan tuntutan pembubaran Dewan Pers.
Penyalahgunaan media
maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga
melatarbelakangi munculnya revisi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI Joko
Widodo dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di Kota Ambon. Nota kesepahaman
antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No:
2/DP/MoU/II/2017 dan No: B/5/II/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan
Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Nota Kesepahaman
tersebut sebagai pedoman bagi Dewan Pers maupun Polri dalam rangka koordinasi
guna terwujudnya kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan
profesi wartawan.
Pada dasarnya pidana bisa dikenakan bila memang ada niat buruk dalam pemberitaan oleh pers ataupun
pemberitaan yang dibuat abal-abal misalnya tidak mematuhi KEJ (Kode Etik
Jurnalistik), atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum pidana antara lain
pemerasan, menyebarkan kabar bohong, memfitnah, dan lain-lain. Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga bisa dikenakan kepada pihak yang
jelas bukan wartawan.
Mandat Dewan Pers
jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah Dewan Pers membuat Nota
Kesepahaman dengan kepolisian, kejaksaan, dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan
Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008. Dalam rangka memberikan
perlindungan kepada wartawan, Dewan Pers juga membuat nota kesepahaman dengan
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Panglima TNI.
Perlu diketahui bahwa
verifikasi perusahaan pers dan uji kompetensi ini adalah tindak lanjut dari
Piagam Palembang 2010 yang dicetuskan oleh tokoh-tokoh pers pada puncak HPN
2010 di Palembang. Piagam Palembang mengamanatkan 2 tahun setelah piagam
ditandatangani, komitmen akan dilaksanakan oleh masyarakat pers.
Undang-Undang Nomor
40 Tahun 1999 tentang Pers adalah sebuah undang-undang yang unik di Indonesia
dan merupakan satu-satunya undang-undang di Indonesia yang tidak ada peraturan
pemerintah (PP) maupun peraturan menteri (Permen) sebagai peraturan
pelaksanaannya. Para pengonsep dan penggagas Undang-Undang Pers ini memang
membatasi campur tangan orang dari luar pers untuk mengatur-atur dan memasuki
ruang kemerdekaan pers. Para penyusun undang-undang berharap para wartawan
profesional dan masyarakat pers, dengan difasilitasi Dewan Pers, mengatur diri sendiri
melalui penyusunan berbagai peraturan, pedoman, termasuk menyusun KEJ.
Hingga kini wartawan
yang telah lulus mengikuti uji kompetensi telah mencapai jumlah lebih dari
12.000 wartawan. Uji kompetensi dilakukan oleh 27 lembaga penguji yang terdiri
dari sejumlah perguruan tinggi, lembaga pendidikan, perusahaan pers, PWI, AJI,
dan IJTI. Dewan Pers berharap program uji kompetensi akan menihilkan praktek abal-abalisme di Indonesia.
Sekelompok orang yang
mengaku wartawan, mengatasnamakan media dan juga mengatasnamakan organisasi
wartawan ini kembali beraksi setelah meninggalnya Muhammad Yusuf dalam tahanan kejaksaan
ketika tengah menjalani proses persidangan di Kotabaru. Mereka kembali beraksi
dengan tuntutan yang sama, memfitnah dan menyerang berbagai individu dan pihak.
Termasuk tokoh pers senior Indonesia, Sabam Leo Batubara, dan Kapolri Jenderal
Dr M. Tito Karnavian.
Kelompok ini kini
mengatasnamakan wartawan tengah melobi dan meminta beraudiensi dengan sejumlah kementerian
dan lembaga (K/L) dan juga sejumlah instansi. Dewan Pers mengimbau untuk tak
memberikan panggung kepada kelompok ini. Karena dengan memberikan kesempatan
dan panggung kepada mereka ini, maka para penunggang gelap kebebasan pers di
Indonesia jumlahnya akan membesar.
Melalui surat ini,
Dewan Pers perlu menyampaikan bahwa Dewan Pers sama sekali tak mengenal orang-orang
yang melakukan aksi tersebut, termasuk para tokoh, media, dan juga
organisasinya. Dewan Pers tak mengenal wartawan-wartawan yang tergabung dengan
organisasi yang menamakan diri Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI),
Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI), Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia
(IPJI), Himpunan Insan Pers Seluruh Indonesia (HIPSI), Ikatan Media Online (IMO),
Jaringan Media Nasional (JMN), Perkumpulan Wartawan Online Independen (PWOIN),
Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Aliansi Wartawan Anti Kriminalisasi
(AWAK), dan lain-lain.
Sekadar informasi,
organisasi perusahaan pers dan organisasi wartawan yang menjadi konstituen
Dewan Pers adalah Serikat Perusahaan Pers (SPS), Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI),
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan
Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Dewan Pers akan tetap
bekerja dan menjaga kemerdekaan pers. Termasuk dari rongrongan orang-orang yang
mengaku wartawan tapi menyalahgunakan ruang kemerdekaan pers. Terhadap orang-orang
yang mengaku sebagai wartawan, tapi bertindak tidak profesional dan tak
memahami KEJ melakukan perbuatan pidana, itu bukanlah kewenangan Dewan Pers untuk
menanganinya. Dewan Pers hanya melindungi praktek pers yang profesional dalam
rangka menjaga integritas wartawan Indonesia dan meningkatkan mutu kehidupan
pers nasional.
Logo sembilan organisasi wartawan yang disebut Dewan Pers dalam surat penjelasan bertanggal 26 Juli 2018. |
DALAM lampiran surat penjelasan itu
Dewan Pers menyampaikan tiga pokok klarifikasi.
Pertama, Dewan
Pers tidak pernah menerima pengaduan dari pihak-pihak yang dirugikan oleh
berita yang dibuat Muhammad Yusuf. Dewan Pers terlibat dalam penanganan kasus
ini setelah Kapolres Kotabaru AKBP
Suhasto mengirim surat permintaan Keterangan Ahli pada 28 Maret 2018. Surat ini
diikuti kedatangan 3 penyidik dari Polres Kotabaru ke kantor Dewan Pers pada 29
Maret 2018. Para penyidik itu datang untuk meminta Keterangan Ahli dari Sabam Leo Batubara
yang telah ditunjuk Dewan Pers.
Kedua, permintaan Keterangan
Ahli dari Dewan Pers oleh penyidik Polri merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman antara Dewan Pers
dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Koordinasi dalam Perlindungan
Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Nota Kesepahaman ini memuat dua substansi penting, yakni
upaya untuk menjaga agar kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh pers profesional tidak diselesaikan melalui proses pidana; dan terhadap kasus
penyalahgunaan profesi wartawan yang diproses pidana oleh Polri, Dewan Pers
akan menyediakan Ahli Pers untuk memberikan Keterangan Ahli.
Ketiga, kemerdekaan pers adalah bagian dari hak asasi manusia. Salah
satu fungsi utama Dewan Pers adalah menjaga kemerdekaan pers antara lain dengan
senantiasa mendorong pers untuk selalu bersikap profesional dan taat kepada
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang
Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Peraturan-Peraturan Dewan Pers lain yang pada
dasarnya merupakan peraturan yang dibuat sendiri oleh komunitas pers sebagai
implementasi dari swa-regulasi (self regulation).
Salinan lengkap lampiran tersebut dapat dibaca dengan mengklik tautan konten berjudul
Pernyataan Dewan Pers terkait Kasus Meninggalnya Muhammad Yusuf yang dipublikasikan melalui laman Dewan Pers.
***
0 Komentar