Hutan jati di lintasan jalan raya Situbondo-Banyuwangi, 13 Juli 2018. Foto-foto: ABDI PURMONO |
BANYAK orang mengira pohon-pohon jati yang meranggas di musim kemarau pertanda sang
pohon akan mati.
Justru sebaliknya. Meranggas merupakan cara alamiah pohon jati bertahan hidup di musim kemarau. Pohon jati menggugurkan daun-daunnya untuk mengurangi penguapan yang berlebihan. Pohon jati bisa mati apabila atau transpirasi terus berlangsung.
Transpirasi
adalah proses hilangnya air dan karbon dioksida dari jaringan hidup tanaman
yang terletak di atas permukaan tanah. Transpirasi terjadi di siang hari panas
melalui bagian tumbuhan yang berhubungan dengan udara luar, yaitu melalui pori-pori
daun seperti stomata (mulut daun), lubang kutikula (celah batang), dan lentisel
(daerah pada kulit kayu yang berisi sel-sel yang tersusun lepas) oleh proses
fisiologi tanaman. Pelepasan air dalam bentuk uap air ke udara bebas
disebut evaporasi.
Semakin
cepat laju transpirasi, maka kian cepat pengangkutan air dan zat hara terlarut.
Begitu pula sebaliknya.
Kandungan
air di musim kemarau memang berkurang. Tidak semua tanaman mengalami proses penguapan
atau transpirasi. Tanaman yang mengalami transpirasi secara berlebihan bisa
kehilangan banyak air dan lama-kelamaan menjadi layu dan kemudian mati. Tanaman
yang mati karena kekeringan berarti gagal beradaptasi.
Sedangkan
pohon jati bertipe pohon yang tangguh dan pemberani. Ia menyimpan stok air di
dalam akarnya sehingga mampu bertahan hidup sampai musim hujan tiba.
Demikianlah
pohon jati beradaptasi di musim kerontang. Semoga tulisan pendek ini berguna. ***
0 Komentar