Masjid Arqam sebenarnya tidak mengapung benaran. Masjid ini tampak mengapung hanya saat air laut sedang pasang.
RUSLAN
Sangadji ramah melayani dan mengajak tiga kawannya mengelilingi Kota Palu.
Minggu, 6 Mei 2018. Pria berusia 43 tahun ini begitu antusias menceritakan isi
kota layaknya seorang pemandu wisata.
Salah
satu yang diceritakan Ochan adalah keberadaan Masjid Apung Palu. Masjid ini
bernama asli Masjid Arqam Bab Al Rahman.
Menurut Ochan, kendati masjid yang berlokasi
di Jalan Rono, Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, itu bukan masjid apung
pertama di Tanah Air, tapi Masjid Apung Palu telah menjadi salah satu ikon ibu
kota Provinsi Sulawesi Tengah itu. Masjid model begitu lebih dulu ada di
Makassar, Sulawesi Selatan, dan Kendari, Sulawesi Tenggara.
Menurut
Ochan, Masjid Apung Palu dibangun oleh pengusaha pom bensin bernama Muhammad
Hasan Bajamal. Masjid mulai dibangun Januari 2011 dan selesai pada Desember
tahun yang sama.
Seingat Ochan, pembangunan masjid didedikasikan sang pengusaha
untuk mengenang jasa almarhum Syekh Abdullah Raqi alias Datuk Karama, seorang penyebar
agama Islam di Sulawesi Tengah pada abad ke-17 yang berasal dari Sumatera
Barat.
Ia menjelaskan, keberadaan Masjid Arqam menjadi unik karena dibangun di perairan Teluk Palu—bergaris
pantai 43 kilometer dengan luas perairan 10.066 hektare—yang pilar-pilar
fondasinya tertancap di kedalaman 10 meter. Sekitar 25 pilar penyangga bangunan
masjid kelihatan saat laut surut. Ombak Teluk Palu yang tenang tidak merusak
masjid. Bangunan masjid yang berjarak sekitar 30 meter dari bibir pantai Teluk
Palu ini baru tampak seolah mengapung saat air laut sedang pasang. Tapi warga
kota terlanjur menggampangkan penyebutannya sebagai masjid apung.
Bangunan
masjid tampak begitu anggun dalam balutan warna krem yang dominan, berpadu
dengan warna hijau dan emas di seluruh bangunan.
Keunikan
lain, lantai Masjid Arqam menggunakan keramik asli dari India. Empat kubah
kecil dan satu kubah besar memancarkan tujuh warna yang bergantian tiap detik:
merah, jingga, hijau, ungu, biru, merah jambu, dan putih.
“Masjidnya
makin cantik dilihat pada malam hari karena cahayanya berganti-ganti,” kata
Ochan, yang juga seorang tokoh pemuda di Palu.
Baca juga: Menyambangi Masjid Apung, Ikon Baru Kota Palu.
Baca juga: Menyambangi Masjid Apung, Ikon Baru Kota Palu.
Keunikan-keunikan
itu mengundang banyak orang, khususnya wisatawan, untuk beribadah salat bila
muslim mapun sekadar berfoto di depan masjid. Ochan memastikan seorang muslim
yang ingin melaksanakan salat Jumat harus mencari masjid lain bila tiba di
Masjid Arqam saat khotbah Jumat berlangsung. Dengan luas sekitar 120 meter
persegi, Masjid Arqam hanya mampu menampung jamaah sekitar 200 orang.
Malah,
Ochan menukas, Masjid Arqam selalu dipenuhi jamaah di bulan puasa Ramadan. Di
malam hari, ruangan masjid dipenuhi makmum salat Isya yang disambung dengan
salat Tarawih. Jamaah harus rela menempati areal parkir depan masjid bila
ruangan masjid sudah penuh sesak begitu.
Reny
Septiani, mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Tadulako, juga suka salat di Masjid Arqam. Namun, selama
Ramadan, gadis berusia 23 tahun ini lebih memilih melaksanakan salat Isya dan
Tarawih di kampungnya di Desa Kalukubula, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah/
“Karena
salat Tarawih di sana pasti sesak. Apalagi ruang salat perempuan selalu
dilewati laki-laki karena ruangannya sempit sehingga tak ada jalan lain,” kata
Reny, pendiri Komunitas Baju Kertasku yang aktif dalam kegiatan konservasi
mangrove.
Baca juga: Dange Enak Dilupakan Jangan.
Baca juga: Dange Enak Dilupakan Jangan.
Dia
menganggap hal itu menjadi sangat mengesankan. Kesan lainnya, di lingkungan
masjid ada anak-anak yang selalu merapikan sandal pengunjung tanpa meminta
imbalan. Dan, pengelola masjid menetapkan ongkos parkir untuk semua kendaraan
yang diparkir di depan masjid.
Yang
jelas, kehadiran Masjid Arqam juga memupus citra buruk lingkungan setempat.
Dulu, lingkungan sekitar masjid dicap sebagai tempat maksiat dengan adanya kafe
remang-remang di Pantai Taman Ria dan lokalisi prostitusi Pantai Talise.
Sekarang
kawasan itu sudah bersih. Di hari-hari biasa banyak pendatang berfoto-foto di
sana selain untuk menikmati pemandangan laut Teluk Palu, perbukitan, dan
kemegahan Jembatan Palu IV atau Jembatan Ponulele yang juga terletak di
Kelurahan Lere.
Selalu
banyak orang ngabuburit selama puasa Ramadan. Dan masjid itu tetap ramai
dikunjungi terutama yang dilakukan para pendatang maupun warga Palu dan
sekitarnya yang sedang mudik dari tanah rantau. ABDI PURMONO
0 Komentar