Sikap Dewan Pers sudah benar dan tepat di tengah pusaran polemik perubahan tanggal Hari Pers Nasional karena Dewan Pers sedang memfasilitasi permintaan AJI dan IJTI selaku konstituen Dewan Pers.
Pernyataan Sikap
Bersama AJI dan IJTI tentang Usulan Perubahan Tanggal Hari Pers Nasional
ALIANSI
Jurnalis Independen dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia mengusulkan
perubahan tanggal Hari Pers Nasional (HPN) yang selama ini diperingati setiap 9
Februari. Usulan disampaikan AJI dan IJTI pada Maret 2018 dan Dewan Pers
meresponsnya dengan menggelar pertemuan terbatas di Lantai 7 Gedung Dewan Pers
pada Rabu, 18 April 2018.
Pertemuan
itu dihadiri anggota dan mantan anggota Dewan Pers, serta wakil konstituen
Dewan Pers yang berasal dari AJI, IJTI, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
Serikat Penerbit Pers (SPS), Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI),
Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), dan Persatuan Radio Siaran Swasta
Nasional Indonesia (PRSSNI).
Dalam
pertemuan sekitar 3 jam itu wakil dari AJI dan IJTI menyampaikan apa dasar
pemikiran munculnya usulan revisi tanggal pelaksanaan HPN dan dituliskan secara
lengkap dalam bentuk kajian sejarah.
Wakil
dari konstituen Dewan Pers menyampaikan sejumlah pandangannya terhadap usulan
AJI dan IJTI. Seperti disampaikan Dewan Pers, pertemuan tersebut baru sebatas
mendengarkan masukan dari konstituen sehingga belum ada keputusan atas usulan
AJI dan IJTI itu.
Menjelang
pembahasan di Gedung Dewan Pers, perihal revisi HPN sudah menjadi perdebatan
hangat di komunitas media. PWI dari sejumlah daerah sudah mengeluarkan pernyataan,
yang isinya antara lain mempertanyakan sikap Dewan Pers yang berencana merevisi
HPN; mendesak agar PWI mensomasi Dewan Pers dan mengganti ketuanya karena
memfasilitasi pertemuan itu; mendesak PWI pusat menarik wakilnya dari Dewan
Pers; dan menyatakan HPN tanggal 9 Februari adalah harga mati.
Melihat
dinamika yang berkembang atas usulan tersebut, kami menyatakan sikap sebagai
berikut:
Pertama, meminta semua pihak
untuk melihat soal ini secara bijak dan objektif. Apa yang disampaikan AJI dan
IJTI adalah upaya untuk menjawab aspirasi dari anggota AJI dan IJTI yang
menghendaki agar ada upaya penyelesaian dari keengganan kedua organisasi ini
untuk terlibat dalam HPN. Penyelesaian soal ini dilakukan melalui cara yang
prosedural, yaitu meminta agar dibahas di komunitas pers dengan difasilitasi
Dewan Pers. Menyelesaikan masalah melalui jalan musyawarah dan dialog adalah
cara demokratis dan bermartabat untuk menyelesaikan masalah, termasuk soal HPN.
AJI
dan IJTI memakai cara yang prosedural untuk menyelesaikan masalah itu dan belum
memakai cara legal, yaitu mencari penyelesaian masalah dengan mempersoalkan dasar
hukum HPN ke Mahkamah Agung. Misalnya begitu. Cara itu tidak kami tempuh karena
kami menganggap bahwa masih ada Dewan Pers, yang notabene menjadi tempat berhimpun konstituen Dewan Pers.
HPN
ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985,
yang dasar hukumnya memakai Undang Undang Nomor 21 Tahun 1982. Undang-undang
ini sudah tidak berlaku lagi sejak kelahiran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers.
Kedua, meminta organisasi
wartawan bersikap proporsional dan tidak emosional melihat perkembangan ini.
Sikap mempertanyakan Dewan pers adalah bentuk ketidaktahuan atas atas apa yang
terjadi selama ini. Sikap Dewan Pers sudah benar dan tepat dengan menggelar
pertemuan tersebut karena memang ada aspirasi dari konstituennya yang meminta,
yaitu AJI dan IJTI. Jadi, gugatan terhadap Dewan Pers jelas sesuatu yang
berlebihan, emosional, dan mendasarkan pada kemarahan yang tidak jelas.
Ketiga, kami kembali
menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh AJI dan IJTI lebih sebagai upaya
meminta komunitas pers memperbincangkan kembali soal penetapan HPN. Kami tak
punya kepentingan dengan hari lahir organisasi wartawan PWI yang diperingati
setiap 9 Februari. Kami hanya minta ada peninjauan ulang untuk peringatan HPN
yang juga memakai tanggal 9 Februari. Sebab, pemakaian tanggal yang sama untuk
dua peringatan (hari lahir PWI dan HPN) menimbulkan kesan bahwa hal itu hanya
hari peringatan untuk satu organisasi wartawan dan bukan hari lahir yang patut
diperingati oleh komuitas pers Indonesia. Tanpa ada perubahan signifikan, salah
satunya berupa tanggal, akan sulit mengubah kultur pelaksanaan HPN secara
signifikan.
Keempat, dalam pertemuan itu
wakil dari PWI mempertanyakan apakah benar anggota AJI dan IJTI adalah
wartawan. AJI dan IJTI juga menjawab dengan menyatakan, apakah benar anggota
PWI semuanya wartawan. Tapi kami sepakat bahwa ini harus menjadi perhatian
Dewan Pers. Oleh karena itu kami setuju Dewan Pers melakukan penertiban kepada
anggota konstituennya. Salah satu caranya adalah dengan mengecek apakah anggota
organisasi wartawan itu memang jurnalis yang melakukan tugas jurnalistik atau
bukan? Atau hanya orang yang punya kartu pers dan mengaku sebagai wartawan tapi
pekerjaannya hanya mencari uang dari nara sumber?
Kami
mengusulkan agar Dewan Pers membuka pengaduan soal ini. Misalnya, meminta
publik memberi laporan atas praktik-praktik buruk yang berkaitan dengan
wartawan dan kewartawanan di tengah masyarakat. Sebab, sudah umum terdengar
bahwa ada orang yang mengaku punya kartu pers atau kartu organisasi wartawan
meski sebenarnya orang itu tak berhak memilikinya karena dia sebenarnya pegawai
negeri atau lainnya, yang intinya sebenarnya tidak ada hubungannya dengan kerja
jurnalistik.
Kelima, kami menghormati
upaya yang dilakukan Dewan Pers dengan menyelenggarakan pertemuan untuk
membahas masalah tersebut. Seperti yang disampaikan Dewan Pers, pertemuan itu
untuk mendengarkan apa pandangan dari komunitas pers atas usulan AJI dan IJTI
yang minta perubahan tanggal HPN.
Seusai
pertemuan, Dewan Pers menyatakan akan merangkum usulan tersebut dan akan
membahasnya di internal Dewan Pers. AJI dan IJTI, sebagai pengusul penggantian
HPN, akan menyatakan sikap setelah ada hasil resmi dari Dewan pers atas usulan
tersebut.
Jakarta,
19 April 2018
Ketua
Umum AJI Abdul Manan
Ketua
Umum IJTI Yadi
__________________________________________
Lampiran:
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1985 tentaeng Hari Pers Nasional
0 Komentar