Anggota Asli Malang sedang menandai jalan rusak di Kelurahan Oro-oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur. (Foto: Komunitas Peduli Malang atau ASLI Malang) |
MALANG
— Rinai gerimis tidak menyusutkan tekad Bayu Kurniawan dan kawan-kawan mencari
lokasi sasaran.
Bersepeda
motor, mereka tetap bersemangat menyisir lubang-lubang di jalanan dari Jalan
Raya Sulfat sampai kawasan Terminal Arjosari pada Jumat malam, 27 Januari lalu.
Kegiatan
mencari lubang-lubang di jalanan Kota Malang itu belum dua pekan mereka
lakukan. Bayu ingat, mereka mulai beraksi 21 Januari 2017 sehabis ngopi di depan Stasiun Kota Baru. “Kami
langsung lanjut gerak ke Jalan Ijen, Jalan Kiai Tamin, Janti, dan area Pasar
Besar,” kata Bayu kepada Proklamasi, Ahad, 29 Januari 2017.
Tiada
nama khusus buat kerja sosial mereka. Mau disebut apa saja terserah asal
sebutannya bagus dan sopan. Di grup WhatsApp
mereka menamakan diri sebagai “Tim Peduli Jalan Lubang”. Biar gampang
diingat dan diucapkan, boleh dong disingkat jadi Tilang Malang.
Menurut
Bayu, mereka aslinya anggota Komunitas Peduli Malang alias Asli Malang. Bukan
berarti mereka jadi organisasi sempalan karena kegiatan mereka diketahui
pengurus Asli Malang. Tilang Malang dibentuk bareng sejumlah anggota Asli Malang, tapi ide
awalnya berasal dari Bayu dan Akhwan Afandi alias Aphan.
“Yo,
Mas, mereka punya ide itu disampaikan ke pengurus kok,” sahut Bendahara
Perkumpulan Asli Malang Tri Wahyuni Achyar alias Yoeni Achyar.
Gerakan
Tilang Malang berlangsung spontanitas; dilatari kenyataan banyak lubang di
jalanan Kota Malang yang sudah bikin banyak pengendara celaka, serta dimotivasi
untuk membantu warga kota agar lancar dan selamat berkendaraan. Tiada motivasi
maupun tendensi lain kecuali ingin menunjukkan kepedulian pada kota yang mereka
cintai, sekaligus sebagai bentuk kritik dan protes mereka terhadap kelambatan
pemerintah kota membenahi jalan-jalan rusak.
“Kami
mencoba menyampaikan kritik dan protes melalui cara dan aksi yang unik, tidak pake rame-rame seperti demo massa. Sing (yang) penting hasilnya positif dan
bermanfaat bagi warga, khususnya bagi seluruh pengendara,” kata Bayu, yang
berperan layaknya koordinator lapangan Tilang Malang.
Galih
Romli, anggota Tilang Malang yang lain, mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai
metode khusus untuk menentukan lokasi sasaran. Lokasinya ditentukan secara
acak, terutama berdasarkan laporan anggota yang menemukan jalan berlubang.
Bukan hanya jalan rusak berlubang yang disoroti, trotoar jalan amblas dan saluran air yang tumpa pun mereka
catat dan difoto.
Saat
berangkat kerja, misalnya, dan ia menemukan lubang di jalan langsung ditandai
dengan cat Pilox kalau pas membawanya atau mencari benda yang bisa menjadi
penanda bagi pengendara untuk berhati-hati saat melintas. “Yang pasti lokasinya
difoto dulu untuk dibahas bersama anggota lainnya,” kata Galih.
Galih
mencontohkan jalan yang dipenuhi lubang adalah Jalan Peltu Sujono, Kelurahan
Ciptomulyo, Kecamatan Sukun. Tidak cuma berlubang, sebagian aspal jalan
terkelupas hingga nyaris terkikis habis. Lubang-lubang berdekatan dan tentu
membahayakan pengendara.
Kondisi
lubang terparah diketahui ada di Jalan Laksamana Martadinata, Kelurahan Kota
Lama, Kecamatan Kedungkandang. Galih sampai membawa alat pengukur untuk
mengetahui diameter dan kedalaman lubang.
Contoh
lain, jalan aspal berlubang di Jalan Raya Madyopuro yang berdimensi 60x15
sentimeter, 100 meter barat jembatan Madyopuro, pernah membuat seorang ibu dan
anaknya terperosok hingga mengalami luka parah.
Umumnya
jalan berlubang dikarenakan kualitas aspal yang jelek, pengerjaannya yang
terkesan asal-asalan, juga bekas galian pipa yang tidak sempurna dirapikan.
Anggota
lainnya, Bambang Indra Bastian menyahut, sebelum beraksi Tilang Malang
mengadakan kopidarat dulu ditempat yang sudah ditentukan,
seperti di kawasan Stasiun Kota Baru dan monumen pesawat di Jalan
Soekarno-Hatta, baru disepakati pembagian wilayah bila memang jumlah anggota
yang hadir mencukupi untuk dibagi dua grup.
“Tidak
ada patokan jumlah anggota yang terlibat. Kalau misalnya yang datang tiga
orang, ya kami tetap bergerak,” kata Bambang. “Tidak ada basis keanggotaan yang
ketat, semuanya berdasarkan kesukarelaan.”
Biasanya,
kata Bambang, mereka berkumpul selepas (ba’da) salat Isya dan
mulai bergerak pukul 23.00 WIB dan menghentikan aksi pukul 2 pagi. Tilang
Malang sengaja bergerak malam karena jalanan sepi sehingga aksi mereka tidak
mengganggu lalu lintas dan aman juga bagi mereka. Aksi di siang hari hanya
dilakukan di jalan berlubang nan sepi.
Di
setiap aksi Tilang Malang membawa cat putih Pilox. Cat mereka semprotkan
mengitari lubang, bisa berbentuk kotak dan lingkaran. Garis semprotannya
mengikuti bentuk lubang, bisa berbentuk kotak, lingkaran, dan gambar mirip
pulau tak bernama. Sepintas, pekerjaan mereka mirip-miriplah dengan polisi yang
sedang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) kecelakaan lalu lintas.
Uniknya,
mereka pun selalu meninggalkan tulisan “Beautiful Malang” yang sudah didesain keren, selain tulisan lain
seperti “asli bolong” dan “pajak Malang”.
Rupanya,
diakui Bambang dan kawan-kawan, selain ditujukan sebagai rambu peringatan bagi
pengendara agar berhati-hati, tulisan “Beautiful Malang” jadi semacam sindiran
halus dan empatik, bahwa mereka tetap mencintai Kota Malang kendati harus
dengan menampilkan sebagian kejelekan jalan kotanya sendiri.
Cat
Pilox dibeli dari hasil uang urunan. Ada pula yang berasal dari donasi.
Sumbangan Pilox langsung diserahkan waktu kopidarat dan persiapan aksi. "Alhamdulillah banget ada
anggota yang nyumbang 6 botol cat,” ujar Bambang.
Namun,
Bayu, Galih, dan Bambang tidak bisa memastikan berapa banyak jumlah lubang yang
mereka coreti kecuali menyebutnya ratusan dan mungkin sudah ribuan titik—dengan
ukuran kecil, sedang, dan besar, serta kategori kerusakan ringan, sedang, dan
berat. Aphan berusaha lebih realistis dengan memperkirakan ada 200-300 titik
lubang yang ditandai dengan coretan dalam dua hari terakhir.
“Gerakan kami memang masih kondisional, hampir
semuanya masih serba spontanitas,” kata Bayu.
Awalnya
gerakan mereka dianggap aneh oleh warga, tapi lama-lama mereka bersikap
simpatik dan mendukung. Dukungan warga, misalnya, memberikan mereka gorengan
atau mengajak mereka mampir di rumah untuk bertiup dari hujan. Sekarang pun
beberapa anggota Asli Malang rela menyumbangkan cat atau bantuan dalam bentuk
lain.
Mereka
kian bersemangat karena tidak pernah ditegur apalagi dilarang polisi. Malah,
mereka pernah diacungi jempol oleh semua polisi yang berada di dalam satu
mobil.
Bayu,
Galih, Bambang, Aphan, serta semua anggota Tilang Malang tidak pernah
menganggap aksi mereka sebagai aksi vandalisme. Semua coretan mereka buat
sebagus dan serapi mungkin. “Itu kan semacam coretan grafiti atau mural di
aspal. Ketimbang orang-orang yang suka nyoretin enggak jelas, mendingan ikut kami saja
biar lebih terarah dan bermanfaat,” kata Aphan.
Meski
sudah bekerja sukarela, para pegiat Tilang Malang tetap meminta maaf kepada
pengendara karena coretan Pilox mereka cepat memudar dan hilang tersiram air
hujan.
Saat
ini Tilang Malang berusaha mengkoordinasikan kegiatan mereka dengan satuan
kerja perangkat daerah (SKPD) Pemerintah Kota Malang, yakni Dinas Pekerjaan
Umum, Perumahan, dan Pengawasan Bangunan. Direncanakan mereka bisa beraudiensi
dengan pihak eksekutif pada Senin, 30 Januari 2017. ABDI PURMONO
CATATAN:
1. Artikel ini pertama
kali saya publikasikan di media siber Proklamasi
dengan judul yang sama: Kota Malang Kusayang Jalanmu Kok Berlubang-lubang.
http://proklamasi.co/senggang/aurora-beri-sejuta-rupiah-pria-pendamping-wisuda/
2. Saya bersyukur karena
nama Tilang (Tim Peduli Jalan Berlubang) Malang yang saya pakai dalam artikel
berita itu kemudian dipakai oleh Tim Peduli Jalan Lubang (nama asli di grup
WhatsApp). Semula, di grup TPJL saya memberikan ide nama Tilang Malang meski mayoritas
anggota grup menyatakan soal nama tidak terlalu penting dan siapa pun boleh
memberi nama.
Nama Tilang Malang saya usulkan karena kerja
anggota tim mirip tokoh superhero Batman yang kelayapan malam hari untuk menolong
dan memberantas kejahatan, tapi anggota TPJL kelayapan untuk mengumpulkan
bukti-bukti jalan berlubang (tilang), sebuah istilah yang sangat populer di
kalangan polisi lalu lintas dan para pengendara yang singkatan aslinya “bukti
pelanggaran” lalu lintas.
Nah, tanpa saya sangka sama sekali, ternyata pada
Selasa dinihari, 31 Januari 2017, Sam
Muklis membuat desain logo Tilang Malang lengkap bersama aksesori gambar cat
piloks dan tokoh Batman. Desain ini kemudian dipatenkan oleh seluruh anggota
grup dan mereka tetap bagian dari Komunitas Peduli Malang (ASLI Malang).
Kemudian pada 1 Februari tahun yang sama,
nama grup WhatsApp TPJL pun diganti jadi grup Tilang Malang, yang kini
beranggotakan 57 orang. Saya tetap jadi satu-satunya jurnalis yang ada di grup
Tilang Malang sejak 28 Januari 2017. Akun WhatsApp saya dimasukkan ke dalam
grup oleh Sam Akhwan Afandi alias
Ayah Aphan, “kepala suku” Ambulans Wiuwiu.
3. Aksi Tilang Malang yang
dipublikasikan oleh pers dan “diramaikan” di media sosial direspons cepat oleh Pemerintah
Kota Malang dengan menambal jalan-jalan yang berlubang.
0 Komentar