JELANG tengah malam, Jumat, 26 Agustus 2016. Saya
menerima kabar sangat bagus dari Marjenab melalui akun media sosial Whatsapp. Kabarnya sontak mengagetkan sekaligus bikin bungah saya sebagai bangsa Indonesia.
Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia
(JBMI) di Jakarta itu mengabari bahwa Eni Lestari Andayani Adi akan berpidato
dalam sesi pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Migran dan Pengungsi (High Level Summit on Migrant’s and Refugees) ke-71 di New
York, Amerika Serikat, pada 19 September 2016.
Eni Lestari adalah tenaga kerja wanita
Indonesia asal Kabupaten Kediri, Jawa Timur, dengan seabrek aktivitas di
organisasi buruh migran; antara lain mengurusi JBMI Hong Kong dan kini mengetuai International Migrant’s Alliance atau IMA. IMA merupakan aliansi formal buruh migran
yang lahir di Hong Kong pada 2008 yang kini beranggotakan 120 organisasi
buruh migran dari 32 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin.
Kata Jen, panggilan akrab Marjenab, nantinya
Eni tampil bergantian dengan aktivis dari Irak (Nadia Murad Basee Taha alias Nadia Taha) dan Suriah
(Mohammed Badran), yang masing-masing bekerja di Jerman dan Belanda. Pidato mereka
akan disaksikan 1.900 hadirin, yang terdiri dari para pemimpin PBB, kepala negara, menteri, masyarakat sipil, sektor swasta, organisasi internasional, dan akademisi.
“Dia menjadi representatif buruh migran
sedunia. Dia nanti memaparkan buruknya kondisi buruh migran dunia di depan
masyarakat dunia, jadi tidak melulu kondisi buruh migran Indonesia,” kata Jen
kepada saya, Sabtu pagi, 27 Agustus 2016.
Bagi Marjenab dan kawan-kawan, tampilnya Eni
di forum PBB menjadi kebanggaan mereka sebagai bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi
evaluasi bagi Pemerintah Indonesia untuk lebih serius memperhatikan dan
bertindak nyata untuk melindungi, serta meningkatkan harkat dan martabat para
pekerja Indonesia di luar negeri.
Setelah berbicara dengan Marjenab, saya
tersambung dengan Eni Lestari. Perempuan yang berusia hampir 40 tahun ini
sangat bersyukur bisa tampil mewakili buruh migran sedunia di forum bergengsi
di kantor pusat PBB bulan depan. Setidaknya, sebagian visi dan misi yang lama dia
perjuangkan bersama buruh migran lainnya mulai mewujud dan kini mereka sedang berjalan
di jalur dan arah yang benar.
Kepastian tampil di forum PBB diterima Eni melalui surat elektronik atau e-mail yang dikirim petugas penghubung lembaga nonpemerintah atau UN-NGLS (Non-Governmental Liaison Service) pada Kamis, 25 Agustus lalu.
Di KTT PBB nanti, dia akan menceritakan kondisi buruh migran sedunia dalam perspektif perbudakan dan perdagangan manusia (human trafficking), serta pengungsi, bersama Nadia Taha dan Mohammed Badran. Nadia mewakili organisasi global etnis Yazidi yang berbasis di Amerika Serikat, Yazda, dan Nadia sendiri menetap di Jerman. Sedangkan Badran mewakili Syirian Volunteers in the Netherland (SYVNL). Tiap orang dijatah berpidato selama tiga menit.
Eni bercerita, dia makin intensif terlibat dalam gerakan masyarakat sipil dunia dalam tiga-empat tahun terakhir. Aktivitas Eni “naik kelas” ke jenjang internasional semenjak dia aktif di IMA.
Melalui IMA, Eni dan kawan-kawan ingin mengoordinasikan gerakan buruh migran global yang antiimperialisme, sekaligus merespons fenomena migrasi yang semakin masif dan massal. Mereka ingin memperjuangkan hal-hal yang fundamental bagi buruh migran, seperti hak untuk tinggal, hak untuk bekerja, dan bahkan hak untuk berpindah-pindah pekerjaan.
Kepastian tampil di forum PBB diterima Eni melalui surat elektronik atau e-mail yang dikirim petugas penghubung lembaga nonpemerintah atau UN-NGLS (Non-Governmental Liaison Service) pada Kamis, 25 Agustus lalu.
Di KTT PBB nanti, dia akan menceritakan kondisi buruh migran sedunia dalam perspektif perbudakan dan perdagangan manusia (human trafficking), serta pengungsi, bersama Nadia Taha dan Mohammed Badran. Nadia mewakili organisasi global etnis Yazidi yang berbasis di Amerika Serikat, Yazda, dan Nadia sendiri menetap di Jerman. Sedangkan Badran mewakili Syirian Volunteers in the Netherland (SYVNL). Tiap orang dijatah berpidato selama tiga menit.
Eni bercerita, dia makin intensif terlibat dalam gerakan masyarakat sipil dunia dalam tiga-empat tahun terakhir. Aktivitas Eni “naik kelas” ke jenjang internasional semenjak dia aktif di IMA.
Melalui IMA, Eni dan kawan-kawan ingin mengoordinasikan gerakan buruh migran global yang antiimperialisme, sekaligus merespons fenomena migrasi yang semakin masif dan massal. Mereka ingin memperjuangkan hal-hal yang fundamental bagi buruh migran, seperti hak untuk tinggal, hak untuk bekerja, dan bahkan hak untuk berpindah-pindah pekerjaan.
“Target jangka panjangnya memperjuangkan,
memperkuat, dan mengangkat hak-hak dan suara buruh migran pada tingkatan
global, semisal melobi PBB dan ILO (Organisasi Buruh Internasional bentukan
PBB). Alhamdulillah, kerja keras kami
mulai membuahkan hasil dengan diundangnya saya selaku representatif buruh migran
sedunia, September nanti,” kata Eni kepada saya.
Eni sangat pantas bersyukur. Konferensi nanti
menjadi aksi nyata pertama PBB untuk merancang sikap bersama yang lebih baik
dalam menyikapi krisis migran dan pengungsi yang sedang berlangsung di dunia.
Keterbukaan PBB menerima pembicara yang berasal dari buruh migran merupakan
sebuah kemajuan karena selama ini suara buruh migran selalu diwakili oleh pihak
nonburuh migran.
Jadi, rasanya afdal, karena buruh migran bisa langsung menjelaskan
persoalan yang dialami dan bisa langsung juga menyampaikan solusi yang
diinginkan.
Dia mencontohkan kondisi di Indonesia. Pada 18 Desember 1990
PBB menerbitkan Resolusi Nomor 45/158 tentang Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran Beserta Keluarga alias Konvensi Migran 1990. Konvensi ini kemudian diberlakukan sebagai hukum internasional pada 1 Juli 2003. Indonesia menandatangani Konvensi Migran pada 2004 dan meratifikasinya pada 12 April 2012.
Padahal Indonesia menjadi salah satu negara pengirim buruh migran terbesar di dunia tapi baru meratifikasi Konvensi Migran delapan tahun kemudian. Ironisnya lagi, kata Eni, belum terlihat keseriusan Pemerintah Indonesia untuk menyelaraskan standar regulasi nasional dengan konvensi tersebut.
Ketidakseriusan Pemerintah Indonesia tercermin dalam revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang sekarang sudah berupa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN. Buruh migran tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU PPILN meski beleid itu berkaitan langsung dengan nasib dan hajat hidup mereka.
Begitu pula aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya yang dianggap tidak memadai untuk melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Ketidakseriusan pemerintah justru membiarkan dan melanggengkan praktek pengeksploitasian buruh migran dan keluarganya.
Padahal Indonesia menjadi salah satu negara pengirim buruh migran terbesar di dunia tapi baru meratifikasi Konvensi Migran delapan tahun kemudian. Ironisnya lagi, kata Eni, belum terlihat keseriusan Pemerintah Indonesia untuk menyelaraskan standar regulasi nasional dengan konvensi tersebut.
Ketidakseriusan Pemerintah Indonesia tercermin dalam revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri yang sekarang sudah berupa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (RUU PPILN. Buruh migran tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU PPILN meski beleid itu berkaitan langsung dengan nasib dan hajat hidup mereka.
Begitu pula aturan-aturan ketenagakerjaan lainnya yang dianggap tidak memadai untuk melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri. Ketidakseriusan pemerintah justru membiarkan dan melanggengkan praktek pengeksploitasian buruh migran dan keluarganya.
Eni menegaskan, persoalan utama buruh migran
adalah tidak adanya pengakuan sebagai pekerja dan manusia yang punya hak dan
martabat di dalam undang-undang. Pengiriman TKI malah melegalisasikan perdagangan
manusia. TKI yang menjadi korban kekerasan, misalnya, tidak dijamin haknya
untuk menuntut dan mendapatkan ganti rugi.
Dalam konteks itulah, Eni dan kawan-kawan
menganggap kehadiran di forum PBB sebagai pengakuan dunia atas suara buruh migran. Nama Eni dan organisasinya terseleksi dari 400 nama organisasi
masyarakat sipil yang mendaftar pada Komite Seleksi KTT untuk tampil. Dari sekitar 400 organisasi sipil yang mendaftar, tersaring 11 organisasi dengan 30 nama aktivis.
Komite Seleksi memeras lagi sehingga tinggal
sembilan nama. Keputusan akhir dimiliki Presiden Majelis Umum PBB (President of
the United Nations General Assembly) Mogens Lykketoft. Presiden Majelis Umum
PBB asal Denmark ini menggunakan hak prerogatifnya untuk memilih tiga nama yang
akan diundang tampil berpidato dalam KTT PBB bulan depan. Nama Eni bersama Nadia Taha dan Mohammed Badran yang dipilih.
Menurut Eni, IMA mulai melobi PBB untuk
memasukkan isu migran dan pengungsi sejak tiga-empat tahun terakhir jelang
berakhirnya Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals
(MDGs). MDGs adalah Deklarasi Milenium yang ditandatangani kepala negara dan
perwakilan dari 189 negara PBB dan mulai dijalankan pada September 2000. Namun, sampai MDGs usai pada 2015, isu migran gagal dimasukkan dalam dokumen tujuan MDGs.
IMA terus melobi PBB untuk memasukkan isu migran ke dalam lanjutan MDGs, yakni Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yang dicanangkan pada 17 September 2015—bersamaan dengan penutupan MDGs oleh PBB.
IMA terus melobi PBB untuk memasukkan isu migran ke dalam lanjutan MDGs, yakni Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), yang dicanangkan pada 17 September 2015—bersamaan dengan penutupan MDGs oleh PBB.
Dan
usaha IMA pun berhasil: isu migran masuk dalam dokumen 17 tujuan SDGs. Tujuh
belas tujuan ini terbagi menjadi 169 target dan sekitar 300 indikator
kesuksesan SDGs. Ukuran atau indikator SDGs disesuaikan dengan kebutuhan
masing-masing negara. Namun, isu migran yang masuk dalam dokumen SDGs masih
berperspektif buruh migran sebagai kontributor atau penyumbang devisa bagi
negara pengirim dan penerima.
“Begitupun kami tetap sangat bersyukur karena bukan hal yang gampang dilakukan untuk
bisa meloloskan isu itu ke PBB,” ujar Eni.
ENI LESTARI ANDAYANI ADI ogah berbagi kisah
pribadinya. Dia hanya menceritakan sedikit pengalamannya sebagai TKW dan cerita
ini dibenarkan beberapa aktivis JBMI.
Eni bekerja sebagai pembantu rumah
tangga di Hong Kong sejak November 1999. Hingga sekarang, di posisi puncaknya sebagai ketua
IMA dan bakal tampil di PBB pun, Eni masih bekerja sebagai pembantu rumah
tangga di daerah administratif khusus Cina itu. Dia tak merasa malu dan tiada gengsi-gengsian mengaku begitu. Jujur.
Seperti yang dialami mayoritas TKW, Eni terpaksa
menanggalkan mimpinya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi untuk membantu
keluarganya. Krisis moneter yang hebat membuat usaha kecil orangtuanya makin
susah berkembang. Alhasil, sang orangtua tak sanggup lagi membiayai
pendidikan Eni dan kedua adiknya.
Sebagai calon TKW, Eni pernah mengalami eksploitasi
saat di penampungan—lebih tepat dikurung—perusahaan penyalur jasa tenaga kerja
Indonesia atau PJTKI (sekarang ganti nama jadi perusahaan pelaksana penempatan
tenaga kerja Indonesia swasta atau PPTKIS) di Surabaya selama lima bulan.
Selama di penampungan PJTKI dia diupah di bawah standar, tidak diberi libur, paspor ditahan agen, dan gajinya dipotong atas nama biaya penempatan. Setelah itu sederet derita dia alami di Hong Kong. Diperkerjakan di pasar, tidak diberi makan dan tempat tidur layak, serta tidak ditolong saat mengadu menyebabkan Eni kabur dari majikan pertama setelah enam bulan bekerja.
Selama di penampungan PJTKI dia diupah di bawah standar, tidak diberi libur, paspor ditahan agen, dan gajinya dipotong atas nama biaya penempatan. Setelah itu sederet derita dia alami di Hong Kong. Diperkerjakan di pasar, tidak diberi makan dan tempat tidur layak, serta tidak ditolong saat mengadu menyebabkan Eni kabur dari majikan pertama setelah enam bulan bekerja.
Eni ditampung di shelter Bethune House dan mulai mengorganisasi diri bersama buruh migran dari Indonesia. Pada 1 Oktober 2000, Eni dan rekan-rekannya mendirikan Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia di Hong Kong (ATKI-HK) dan menjadi ketua selama 10 tahun.
Sejak 2008 hingga sekarang, Eni terpilih
sebagai ketua International Migrants Alliance (IMA), aliansi global pertama
yang menghimpun migran dan pengungsi akar rumput di 32 negara. IMA selama ini
aktif membawa suara migran dan pengungsi di berbagai forum regional dan
internasional.
Eni mengaku, gerakan buruh migran yang diikutinya makin membesar hingga berskala internasional setelah dia terlibat di Asian Migrant's Coordinating Body (AMCB) pada 2001. AMCB merupakan aliansi pekerja rumah tangga dari Indonesia, Nepal, Filipina, Srilanka, dan Thailand. Di AMCB dia didaulat menjadi koordinator merangkap juru bicara.
Eni mengaku, gerakan buruh migran yang diikutinya makin membesar hingga berskala internasional setelah dia terlibat di Asian Migrant's Coordinating Body (AMCB) pada 2001. AMCB merupakan aliansi pekerja rumah tangga dari Indonesia, Nepal, Filipina, Srilanka, dan Thailand. Di AMCB dia didaulat menjadi koordinator merangkap juru bicara.
Selain itu, Eni juga menjabat di berbagai
organisasi dan jaringan sebagai koordinator Persatuan BMI Tolak Overcharging
(PILAR); pengurus JBMI; Focal Person Migration Organizing Committee, Asia
Pacific Forum on Women, Law and Development (APWLD); bekas anggota dewan
pendiri Global Alliance Against Trafficking of Women (GAATW), serta juru bicara
Campaign for People's Goals for Sustainable Development (CPGSD).
Eni juga aktif menjadi pembicara di forum-forum akademisi, agama, masyarakat sipil, PBB dan berbagai kalangan yang membahas masalah kondisi migran dan pembangunan. ABDI PURMONO
Eni juga aktif menjadi pembicara di forum-forum akademisi, agama, masyarakat sipil, PBB dan berbagai kalangan yang membahas masalah kondisi migran dan pembangunan. ABDI PURMONO
11 Komentar
Salut dengan perjuangan mba ENi. Semoga menginspirasi bagi kita semua ya mas Abel
BalasYa, semoga... Semoga kehadiran Eni di forum PBB membawa kebaikan bagi semua buruh migran di dunia, khususnya buruh migran di Indonesia. Terima kasih ya mau mampir :)
BalasMantabb, semoga buruh migran kian diperlakukan dengan adil dan sejahtera...
BalasSelamat eni lestari
Balas@Irham Thariq: amin ya rabbal alamin... Terima kasih mau singgah di blogku...
Balas@Yardin Hasan: tengkyu Bro sudah mau mampir di blogku.
BalasDia sahabat baik saya dan saya bangga bisa mengenalnya
Balas@Fera Nuraini: iya, saya catat. Terima kasih untuk tanggapannya. Salam kenal...
BalasApik.
Balas@iksan fauzi: Apik juga San buatmu. Suwun yoooo
BalasSaya sangat bersYukur atas bantuan abah berkat abahla sekarang saya sudah
Balasbisa lunasi hutan hutan saya dan sudah bisa belikan rumah untuk orang tua
dan sudah bisa buka usaha toko hp di kota padan abah memang top selama 1 minggu
saya ikuti abah belum perna angka abah meleset bakkan tadi malam
saya menang togel hongkong 4d 7545 makasih abah atas bantuan abah kami sekeluarga sangat2 berterimah
kasih atas bantuangnya JIKA BUTUH ANGKA 2D.3D.4D HASIL RITUAL BISA PASANG DI PEMUTARANG
SINGAPUR&HONGKONG ABAH JUGA MELAYANI PESUGIHAN DANA GHAIB/PENARIKAN DANA GHAIB DAN TRANSFER JANIN/TIDAK PUNYA KETURUNAN
HUB/SMS ABAH ASMORO DI.NOMOR;0852 5680 1789
MONGGOH AKANG MAMPIR
DI http://togelakurat88.blogspot.co.id/