Samadikun Hartono (berkaus) tiba di Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, 21 April 2016. Foto: TEMPO/Imam Sukamto |
TERSEBUTLAH seorang konglomerat bernama Samadikun Hartono yang bangkrut dan lalu mendapat
dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia sebesar hampir Rp 3 triliun untuk Bank
Modern miliknya.
BLBI
merupakan skema pinjaman yang dikucurkan Bank Indonesia bagi bank-bank yang
mengalami likuiditas keuangan saat krisis moneter menerjang Indonesia sepanjang
1998. Skema pengucuran BLBI dilakukan berdasarkan perjanjian antara Indonesia
dengan Dana Moneter Internasional atau IMF untuk mengatasi krisis. Selaku bank
sentral, Bank Indonesia menyalurkan bantuan likuiditas sekitar Rp 144,5 triliun
kepada 48 bank pada Desember 1998.
Bank
Modern menerima dana talangan dari Bank Indonesia sekitar Rp 2,557 triliun.
Namun, selaku Presiden Komisaris Bank Modern, Samadikun menyalahgunakan dana
BLBI sebesar Rp 80,74 miliar dan negara dirugikan Rp 169,5 miliar. Grup Bank
Modern diduga masih berutang Rp 3,8 triliun karena seluruh asetnya tidak cukup
untuk melunasi tunggakan.
Tapi
itulah enaknya jadi konglomerat. Bukannya memaksa Samadikun untuk melunasi utannya,
pemerintah malah menerbitkan surat keterangan lunas pada Maret 2004.
Belakangan,
berdasarkan hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dana
sebesar Rp 138,4 triliun dari total Rp 144,5 triliun yang diberikan kepada 48
bank dinyatakan merugikan negara. Sedangkan Bank Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) menemukan sedikitnya Rp 54,5 triliun diselewengkan oleh 42
bank. Sebanyak Rp 53,4 triliun dari Rp 54,5 triliun tadi diindikasikan
dikorupsi dan melanggar peraturan pidana perbankan.
Eh, ketahuan, Samadikun
malah duluan kabur pada 2003 sebelum pemerintahan Bu Megawati berbaik hati
melunasi utang-utang Samadikun dan konglomerat lainnya. Samadikun menjadi buron
saat hendak dieksekusi untuk menjalani hukuman penjara selama empat tahun
setelah menilap uang negara sekitar Rp 169,5 miliar.
Dan
13 tahun kemudian Samadikun ditangkap aparat Cina saat hendak menonton balap F1
di Shanghai. Ini balapan jet darat paling bergengsi sejagat dan masih jadi
impianku dan mayoritas rakyat Indonesia.
Hebatnya,
Samadikun di Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada Jumat, 21
April 2016, disambut layaknya tamu kehormatan sekelas very-very important
person alias VVIP. Samadikun tidak diborgol. Disertai Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dari Cina, ketibaan Samadikun disambut Jaksa
Agung M. Prasetyo.
Duh, Jaksa Agung tidak
sepatutnya menjemput seorang kriminal. Ia cukup perintahkan anak buahnya saja
untuk menjemput dan memborgol Samadikun. Seharusnya, demi keadilan, perlakukan
saja Samadikun layaknya terpidana yang kabur dari penjara. Ia enak-enakan di
tempat pelarian, buktinya Samadikun ditangkap saat hendak nonton F1.
Hukuman
Samadikun layak ditambah dan diperberat, dan mungkin perlu ditambahi hukuman
seumur hidup dan atau hukuman mati.
Wahai
Presiden dan aparat penegak hukum, jangan mengistimewakan para pengemplang BLBI.
Sudah banyak energi dan duit negara kita habis untuk menangkap Samadikun dan
pengemplang BLBI lainnya. Tolong ya, Samadikun ditahan saja di Pulau Nusakambangan. ABDI PURMONO
0 Komentar