Main Pecat, Manajemen TEMPO Dilaporkan ke Menteri Tenaga Kerja

Selasa, Februari 23, 2016


JAKARTA — Serikat Pekerja Koresponden Tempo atau Sepak@t Indonesia melaporkan manajemen Tempo ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena dinilai melakukan pemecatan sepihak terhadap Cunding Levi pada 1 Desember 2015.

Cunding menjadi koresponden Tempo di Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua, sejak tahun 2000. Pemecatan Cunding dilakukan manajemen Tempo melalui Surat Dewan Eksekutif Tempo Nomor: 002/SK-KORESP/XI/15 yang ditandatangani Pemimpin Redaksi Tempo Gendur Sudarsono. 

Ketua Sepak@t Indonesia Edi Faisol mengatakan, Cunding dipecat dengan alasan Tempo sedang melakukan pembenahan sumber daya manusia atau SDM. Pemecatan dilakukan tanpa diawali dengan pemberitahuan dan surat peringatan. 

Dalam rilis pers yang dibagikan kepada para wartawan disebutkan bahwa Sepak@t Indonesia atau Sepakat Indonesia sudah meminta kepada manajemen Tempo untuk diadakan pertemuan bipartit. Permintaan ini tidak direspons. Padahal, kata Edi, penyelesaian bipartit dijamin dalam Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. 

Sepak@t Indonesia menilai manajemen Tempo melanggar Pasal 151, 152, 155, 156, 157, 158 dan Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan atau Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pasal-pasal ini menentukan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) hanya bisa dilakukan setelah ada persetujuan dari serikat pekerja atau Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Perusahaan juga wajib memberikan pesangon dengan besaran sesuai masa kerja. 

“Cunding diberhentikan tiba-tiba, juga tidak mendapat pesangon. Permintaan pertemuan bipatrit dari kami tidak ditanggapi lebih dari sebulan. Makanya manajemen Tempo kami laporkan ke Menteri Tenaga Kerja (Muhammad Hanif Dhakiri),” kata Edi melalui keterangan tertulis, Senin, 22 Februari 2016.

Baca juga: Koresponden TEMPO Deklarasikan Serikat Pekerja 

Sepak@t Indonesia mencatat, pemecatan bukanlah tindakan pertama manajemen Tempo yang dianggap menyalahi beleid ketenagakerjaan. Manajemen Tempo beberapa kali menerapkan sistem kontrak berupa perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) terhadap koresponden-korespondennya. PKWT diperpanjang setiap tahun tanpa batas waktu seperti yang didapat Cunding selama 15 tahun bekerja. 

Padahal, Edi menekankan, PKWT tidak boleh diberlakukan pada pekerjaan yang bersifat tetap seperti jurnalis. Penerapan PKWT pun hanya boleh diberlakukan dalam jangka dua tahun dan diperpanjang maksimal setahun. Ketentuan ini disebutkan pada Padal 59 ayat 1 hingga ayat 7 Undang-Undang Ketenagakerjaan. 

“Selain kontrak diberlakukan, Cunding selama bekerja juga tak menerima gaji pokok, asuransi kesehatan, dan jaminan hari tua. Padahal Cunding sering menerima perintah kerja dalam bentuk penugasan liputan,” ujar Edi. 

Cunding Levi menambahkan, manajemen Tempo tidak mengajak bernegosiasi maupun meminta pendapatnya semenjak surat PHK ia terima melalui surat elektronik atau e-mail. Surat pemecatan diberikan kepada Cunding tanpa didahului oleh surat peringatan (SP) mulai SP 1 hingga 3. 

Menariknya, sebelum menerima surat PHK, pria bernama asli Syamsuddin Lazore Levi ini masih diminta untuk meliput kejadian luar biasa (KLB) penyakit pertusis atau batuk rejan di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. 

“Namun, setelah menerima e-mail pemberhentian itu, saya sudah tidak bersemangat lagi untuk meliput. Persoalan saya sekarang sudah saya limpahkan sepenuhnya kepada Sepak@t karena saya anggotanya,” kata Cunding, 43 tahun. 

Tindakan pemecatan atau PHK terhadap Cunding Levi dibantah oleh Pemimpin Redaksi Tempo Gendur Sudarsono. Gendur mengaku telah membuka diri untuk berdialog dengan Cunding mengenai pembenahan SDM yang sedang berlangsung di Tempo. 

“Kami pada dasarnya menghargai langkah apa pun yang dilakukan mitra kami di daerah. Tapi tidak benar ada PHK karena hampir semua wartawan Tempo di daerah tidak berstatus sebagai karyawan,” kata Gendur. 

Baca juga: Koresponden TEMPO Jawa Timur Bentuk Serikat Pekerja

Pembenahan SDM diberlakukan tidak hanya kepada koresponden di daerah-daerah, namun juga diberlakukan bagi karyawan Tempo di Jakarta. Khusus bagi koresponden, manajemen Tempo memberikan kesempatan pada mereka untuk berkarier sebagai karyawan tetap melalui proses seleksi dan mengikuti pendidikan jurnalistik di kantor pusat Tempo di Jakarta. 

Gendur mengklaim, kebijakan itu banyak diikuti koresponden daerah dan mereka telah menduduki posisi penting di jajaran redaksi Koran Tempo (terbit perdana 2 April 2001) dan Tempo.co (diluncurkan pertama kali pada 23 November 2011 untuk menggantikan Tempointeraktif.com yang diluncurkan sejak 1996 dan jadi portal berita pertama di Indonesia). 

“Tidak sedikit koresponden kami yang kini menjadi wartawan senior dan berkarier di Jakarta. Sebagian koresponden menolak menjalani pendidikan di Jakarta karena keterikatan pada daerah atau ada komitmen lain. Kami sangat menghargai setiap pilihan mereka,” kata Gendur. 

Gendur mencontohkan dua orang mantan koresponden Tempo yang disebutnya jadi wartawan senior dan berkarier di Jakarta, yaitu Wahyu Dhyatmika alias Komang, redaktur pelaksana dan bekas koresponden Surabaya, serta Sunudyantoro, bekas koresponden Surabaya dan sedang menjalani magang redaktur pelaksana. ABDI PURMONO  


Share this :

Previous
Next Post »