Pusat Perawatan Gajah TSI Prigen Minggu, 8 Februari 2015 Foto: ABDI PURMONO |
SELAIN perburuan dan penyempitan luas habitat, populasi gajah sumatera (Elephas maximus sumatrensis) terancam semakin berkurang akibat serangan elephant endotheliotropic herpes viruses atau EEHV.
Lima anak gajah sumatera di Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Kambas (PKG TNWK), Lampung Timur, mati karena terkena virus herpes dalam tiga bulan terakhir. Kematian lima anak gajah sejak November 2014 ini ditetapkan oleh pengelola TNWK sebagai kejadian luar biasa.
“Dikhawatirkan
penyakit herpes tersebut menular ke gajah yang hidup di hutan ataupun di pusat
konservasi gajah di Aceh dan Riau,” kata Tony Sumampau, Direktur Utama Taman
Safari Indonesia (TSI) dalam acara Orientasi Wartawan Konservasi Forum
Konservasi Satwaliar Indonesia (FOKSI) di TSI Prigen, Kabupaten Pasuruan, Jawa
Timur. Kegiatan ini berlangsung pada 6-8 Februari 2015.
Berdasarkan
informasi yang diterima Tony, kini status siaga I diterapkan PKG TNWK, yang semula
dihuni 67 ekor gajah. Status tersebut diberlakukan karena virus herpes
berpeluang menyerang anak gajah ataupun gajah dewasa. Pengelola pusat
konservasi menyiagakan dokter hewan dan paramedis, pawang gajah (mahout),
dan sukarelawan. Mereka harus terus memantau perkembangan anak-anak gajah yang
masih sehat.
Penyebaran
virus herpes di Way Kambas membuat TSI juga meningkatkan kewaspadaan terhadap
kemungkinan gajah-gajah sumatera yang dikoleksi TSI Cisarua, Bogor, dan TSI
Prigen terkena herpes.
TSI
dan FOKSI juga membantu menggalang dana untuk membeli obat khusus herpes yang
mahal dan susah didapat di Indonesia. Harga obat herpes gajah mencapai US$
4.000. Lantaran sulit mendapatkan obat herpes, PKG terpaksa menggunakan obat
herpes buat manusia. Kebutuhan obat anti-herpes sangat besar karena dosis obat
biasanya disesuaikan dengan bobot gajah.
Dokter
hewan sekaligus pawang gajah TSI Prigen, M. Nanang Tejolaksono, mengatakan
penyakit EEHV pernah menyerang gajah di Afrika, Kamboja, dan Thailand. Masa inkubasi
virus ini adalah 1-5 hari, sebelum menyerang pembuluh darah dan memicu detak
jantung yang cepat sehingga menimbulkan kematian. Virus paling mematikan dari
varian EEHV adalah jenis 1A dan 1B.
“Namun
virus penyebab kematian gajah sumatera di Way Kambas belum bisa dipastikan
jenisnya karena masih dilakukan uji laboratorium,” ucap Nanang.
Ia
berharap hasil uji sampel gajah mati segera keluar sehingga gajah lainnya bisa
diselamatkan. Sebagian besar gajah yang terserang virus EEHV masih anakan.
Untuk
mengantisipasi penularan herpes, TSI akan memisahkan anakan gajah dari
induknya, kemudian menguji hewan itu lewat air liur untuk mengetahui apakah mereka
membawa virus herpes atau tidak. Sejauh ini belum ada gejala-gejala yang
mengkhawatirkan pada gajah-gajah TSI.
KORAN TEMPO Rabu, 11 Februari 2015 |
Gajah
sumatera serta seluruh gajah Asia dan sub-spesiesnya sudah masuk dalam daftar
merah spesies terancam punah yang dirilis oleh IUCN (International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources). Satwa itu juga dilindungi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, serta diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999
tentang Pengawetaan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Kini, gajah sumatera termasuk dalam daftar 25 spesies satwa liar dilindungi dan terancam punah yang populasinya ditargetkan bertambah 10 persen hingga 2019 atau selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. ABDI PURMONO
0 Komentar