Foto-foto: ABDI PURMONO |
SEROMBONGAN anak muda dari Jakarta berpose gembira di depan pintu loket wanawisata Coban
Pelangi. Mereka terdiri dari 22 orang, campuran mahasiswa dan pekerja. Dua di
antaranya bernama Anto dan Eko Purnomo, sama-sama berusia 25 tahun.
Menurut Eko, karyawan sebuah perusahaan asuransi, mereka ke Malang dengan menggunakan kereta api. Gunung Bromo menjadi sasaran mereka. Agar efektif, mereka menyewa jasa Blakrax Outdoor Activity, agen perjalanan petuangan di alam bebas yang berpusat di kawasan Sulfat, Kota Malang.
Tiap orang
dipungut ongkos Rp 350 ribu. Ongkos ini sudah termasuk tempat menginap di
Gubugklakah, makan, dan tur ke obyek wisata Coban Pelangi di Dusun Gubugklakah,
Desa Gubugklakah, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, Jawa Timur.
“Pokoknya,
ongkos sebesar itu di luar ongkos transpor. Oleh agennya, kami diajak ke sini
dulu, baru nanti malam ke Bromo-nya,” kata Eko, yang berasal dari Cikini,
Jakarta Selatan, kepada saya, Sabtu siang, 4 Mei 2013. Eko dari Cikini, Jakarta
Selatan.
Anto
menimpali, mereka tidak merasa rugi membayar Rp 350 ribu lantaran dapat
menikmati bentang alam yang memukau. Suhu sejuk dan udara segar alami mustahil didapat
di Jakarta. Selepas dari Kota Malang, memasuki Gubugklakah, pengunjung bisa
menghirup hawa pegunungan, menatap kebun apel, dan sayur-sayuran.
“Kami
punya waktu tiga hari. Ini hari pertama kami tiba di Malang dan masih ada dua
hari lagi untuk bergembira sebelum balik ke Jakarta,” kata Anto.
Eko dan
Anto kompak mengaku bahwa mayoritas anggota rombongan baru pertama kali
mengunjungi Bromo. Sebenarnya mereka sudah lama ingin ke Bromo. Dan,
menariknya, mereka makin ngebet
setelah menonton 5 Cm, film yang
disutradarai dari Rizal Mantovani dan dirilis di bioskop-biokop mulai 12
Desember 2012. Sebagian dari mereka juga terpengaruh setelah membaca novel
karya Donny Dhirgantoro yang difilmkan Mantovani itu.
Di 5 Cm, lima sekawan, Genta (Fedi Nuril),
Arial (Denny Sumargo), Zafran (Herjunot Ali), Riani (Raline Shah), dan Ian
(Igor Saykoji), hendak mendaki Gunung Semeru, gunung berapi setinggi 3.676
meter dari permukaan laut dan menjadi gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa.
“Meski tidak ke Semeru, tapi kami bisa menikmati sebagian lanskap indah yang tersaji di film itu, seperti padang savana dan gugusan gunung Tengger. Yang jelas, ke tempat-tempat seperti ini sangat menyehatkan, apalagi kalau obyek wisatanya bersih seperti Coban Pelangi ini,” kata Eko.
“Meski tidak ke Semeru, tapi kami bisa menikmati sebagian lanskap indah yang tersaji di film itu, seperti padang savana dan gugusan gunung Tengger. Yang jelas, ke tempat-tempat seperti ini sangat menyehatkan, apalagi kalau obyek wisatanya bersih seperti Coban Pelangi ini,” kata Eko.
Dari Bandar Udara Abdulrachman Saleh—berlokasi di Desa Saptorenggo, Kecamatan
Pakis, Kabupaten Malang, jarak tempuh ke Coban Pelangi sekitar 20 kilometer. Pengunjung
yang ingin meneruskan perjalanan ke Bromo tinggal menempuh jarak 22,5 kilometer
dari Coban Pelangi. Mayoritas pengunjung yang terus ke Bromo atau Semeru—dua
rute ini terpisah di Simpang Jemplang di Desa Ngadas—menggunakan mobil jip dan
sepeda motor.
Coban
Pelangi merupakan zona konservasi alam yang dikelola Kesatuan Bisnis Mandiri
Jasa Lingkungan dan Produk Lainnya (KBM-JLPL) Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur, yang berkantor pusat di Jalan Gentengkali 49, Surabaya.
Menurut
Anwar dari Blakrax, pengunjung saat ini suka menginap di Gubugklakah, yang
sudah dijadikan sebagai desa wisata oleh Pemerintah Kabupaten Malang. Ada home stay di sana. Rombongan pengunjung
pendaki, misalnya, juga suka menginap di pusat Kecamatan Tumpang, jiran
Kecamatan Poncokusumo. Rombongan pengunjung ke Bromo lewat Tumpang dan
Poncokusumo biasanya menggunakan jip, ya... seperti yang tampak di film 5 Cm.
Menurut
Widadi, Koordinator Wanawisata Coban Pelangi, dari hasil pengukuran terakhir
dengan menggunakan alat Global Positioning System, diketahui tinggi Coban
Pelangi 94 meter. Airnya bersumber dari Sumber Hayek-Hayek yang berada di Desa
Ngadas. “Selama ini dipercaya ketinggiannya 110 meter,” kata Widadi.
Coban
Pelangi berlokasi di ketinggian antara 1.299 sampai 1.400 meter dari permukaan
laut (mdpl) di kaki Gunung Semeru, arah ke Desa Ngadas, desa terakhir di
Poncokusumo yang berbatasan langsung dengan kawasan Gunung Bromo. Suhu sejuk di
Coban Pelangi antara 19 sampai 23 derajat Celsius.
Coban
Pelangi dirintis menjadi obyek wisata oleh masyarakat setempat sejak 1986 dan
baru pada 1989 pengelolaannya diambil alih oleh Perhutani. Coban Pelangi
merupakan salah satu dari sekitar 52 obyek wanawisata yang dimiliki Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur. Mayoritas wanawisata berupa pantai dan coban.
Dari seluruh coban di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan
Kota Batu), Coban Rondo yang paling populer.
Dinamakan
Coban Pelangi karena air terjun ini sering memunculkan warna pelangi (merah,
kuning, hijau) di lokasi jatuhnya air. Mayoritas pengunjung mengaku datang ke
Coban Pelangi karena tertarik ingin melihat pelangi. Pelangi sering muncul dari
pukul 10 pagi sampai pukul 2 siang. Saya tidak beruntung karena dua kali datang
pada Sabtu-Minggu, 4-5 Mei 2013, pelangi tak juga muncul.
“Kalau
sekarang susah lihat pelangi. Di sini cuacanya gampang berubah antara berkabut
dan mendung. Dua kali ke sini, Sampean
gagal lihat pelangi ya karena cuacanya sedang mendung. Jam 2 siang saja di sini
sudah turun kabut,” kata Widadi, mengonfirmasi pertanyaan tentang
ketidakmunculan pelangi.
Sangat
disarankan pengunjung yang ingin berburu pelangi untuk berangkat pagi-pagi
lantaran kabut sering muncul setelah lewat tengah hari. Waktu yang tepat untuk
mengunjungi obyek wisata ini adalah musim kemarau, terutama di bulan Juni dan
Juli. Pengujung yang datang di musim hujan bakal tidak merasa nyaman karena
hujan dan hawa dingin. Pengelola Coban Pelangi pun sering membatasi kunjungan
hingga pukul 16.00 WIB. Kebijakan ini untuk menghindari kedatangan tiba-tiba
air bah dari hulu, baik dari atas Coban Pelangi maupun lewat Sungai Amprong
yang mengalir di bawah coban.
Menurut
Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup Jawa Timur Purnawan Dwikora, Coban Pelangi
merupakan daerah tangkapan air (catchment
area) sisi timur Sungai Brantas atau sisi barat Gunung Semeru. Air Coban
Pelangi mengalir ke Sungai Amprong yang akhirnya bertemu dengan Sungai Brantas
di kawasan Muharto, Kota Malang.
Sesuai
kontur tanahnya, Coban Pelangi sangat cocok bagi pengunjung yang menyukai
wisata petualangan alam. Berbeda dengan Coban Rondo, pengunjung Coban Pelangi
harus berhati-hati saat menuruni trek selebar dua meter dan sepanjang 800 meter
dari pintu masuk sampai lokasi air terjun, dengan waktu tempuh antara 20 menit
sampai 30 menit. Sepanjang trek terdapat ratusan undakan bersemen dan bertanah.
Sewaktu berangkat tidak terasa begitu berat, lain ceritanya saat kembali ke
atas.
“Kalau pas
kembali ke atas, banyak pengunjung yang tak kuat. Tenaga banyak terkuras, napas
ngos-ngosan, makanya banyak
berhentinya. Saya sering menolong pengunjung yang kuat lagi berjalan ke atas,”
kata Nurhadi, warga Gubugklakah yang memiliki warung terdekat dengan lokasi air
terjun.
Itulah
sebabnya, kata Nurhadi, dalam satu tahun terakhir pengelola mengizinkan warga
setempat menyediakan wisata berkuda di dalam lokasi Coban Pelangi. Pengunjung
yang ingin naik ke atas dipungut Rp 25 ribu per orang. Kalau cuma keliling
lokasi dipungut Rp 10 ribu. Ongkosnya lebih murah karena lokasi yang
dikelilingi sempit.
Sejatinya
lokasi Coban Rondo bertopografi terjal, memanjang naik-turun, dengan kemiringan
sekitar 45 derajat, tanpa dataran nan luas. Sekitar 250 meter menjelang lokasi
air terjun, terdapat dataran seluas sekitar 600 meter persegi yang sering
dipakai untuk berkemah. Nah, pengunjung yang ingin berkemah harus membayar
tiket masuk Rp 10 ribu per orang per hari.
Pengunjung
biasa membayar tiket masuk Rp 6 ribu per orang. Anak-anak bayar 50 persen dari
harga normal. Harga tiket masuk Rp 6 ribu sudah termasuk iuran Asuransi Jiwa
Bhayangkara. Tiket masuk itu belum termasuk uang parkir. Tiket parkir mobil
pribadi Rp 3 ribu, sepeda motor Rp 1.000.
“Duit bisa
keluar lagi bila pengunjung lapar dan haus, seperti Sampean ini. Di sepanjang jalan turun dan naik kan banyak warung,
termasuk warung saya,” kata Nurhadi, setengah bercanda.
Nurhadi
benar. Di sepanjang tanjakan naik, banyak pengunjung berhenti untuk mengatur
napas, beristirahat di pondok-pondok bambu, mampir di warung, atau
berfoto-foto. Di sepanjang rute terdapat 11 warung yang menjual minuman
kemasan, minuman kopi, teh manis, mi instan, pisang dan bakwan goreng.
Di
sepanjang jalur pejalan kaki itu pun dilengkapi dengan banyak rambu peringatan
bahaya longsor, jalan licin, larangan berteduh di sekitar pohon kering dan
miring, larangan membuang sampah sembarangan, larangan menebang pohon, serta
larangan bermain di lokasi air terjun dan sepanjang aliran sungai. Menurut
beberapa pemilik warung, hanya larangan bermain di lokasi air terjun yang
paling banyak dilanggar.
“Semua
larangan di sini dipatuhi saat di musim hujan. Kalau sudah masuk musim kemarau
begini, ya malah banyak pengunjung yang kepanasan dan kemudian berendam di
sekitar lokasi jatuhnya air terjun,” ujar Nurhadi.
Begitu
pun, Nurhadi dan kawan-kawan, juga Widadi,
masih bisa bersyukur karena mayoritas pengunjung sangat mematuhi
larangan-larangan yang dibuat. Contoh, mayoritas pengunjung membuang sampah di
tempat sampah sehingga kondisi Coban Pelangi terbilang sangat bersih bila
dibanding beberapa obyek wisata sejenis. Widadi, sang koordinator Coban
Pelangi, menyebutkan, pengelola wisata membuat banyak tempat sampah bersemen.
“Tiap 20
meter pasti ada tempat sampah. Itu sudah memenuhi standar pengelolaan tempat wisata. Sampean sudah cek sendiri kan, hampir di tiap tempat sampah pasti
ada sampah yang dibuang pengunjung,” ujar karyawan Perhutani yang sebelumnya
bekerja di Wanawisata Coban Rondo itu.
Penataan
Coban Pelangi sudah makin bagus. Namun, beberapa pengunjung masih berharap
pengelola wisata untuk membuat informasi lengkap mengenai Coban Pelangi.
Informasi itu bisa ditulis dalam brosur maupun papan informasi seperti yang
terdapat di Coban Rondo. Selama ini
pengunjung hanya mendapati papan peta wisata yang dipasang di lokasi pintu
masuk. Widadi berjanji akan membawa usulan dan harapan dari banyak pengunjung
itu ke manajemen Perhutani.
Kepala Hubungan Masyarakat Perum Perhutani Kesatuan
Pemangkuan Hutan (KPH) Malang Sugeng Siswantoro mengatakan, Coban Pelangi
merupakan salah satu dari sekitar 52 obyek wanawisata yang dipunya Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur. Mayoritas wanawisata itu berupa wisata air terjun
dan pantai.
Pengelolaan wanawisata diserahkan ke anak perusahaan atau
unit bisnis Perhutani lainnya. Di wilayah Malang Raya, misalnya, Coban Pelangi
langsung dikelola KBM-JLPL yang berkantor di Surabaya. Sedangkan Coban Rondo
yang jadi andalan dikelola PT Perhutani Alam Wisata, anak perusahaan Perhutani.
“Memang belum semua potensi wanawisata tergarap menjadi obyek
wisata. Pengembangannya disesuaikan dengan topografi atau karakter tiap obyek.
Misalnya, ada yang dikembangkan sebagai sentra penghasil madu dan kegiatan outbound. Pengembanganya juga harus
memperhatikan aturan dan relasi dengan instansi lain,” kata Sugeng.
Tidak diperinci Sugeng, tapi diakui ada pengelolaan obyek
wisata pantai dan air terjun yang saat ini dipersoalkan oleh pemerintah daerah
setempat. Ada juga obyek air terjun yang belum diperjelas siapa pihak yang
paling berhak mengelolanya.
Delapan Coban di
Malang Raya
Selain Coban Pelangi, masih ada sedikitnya tujuh obyek wisata air terjun
di wilayah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu). Belum
semua dikelola dengan baik dan bahkan ada yang belum dikelola sama sekali.
1. Coban Rondo. Obyek
wisata ini berlokasi di Dusun Sebalo, Desa Pandesari, Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang. Luas keseluruhan wilayahnya 90,3 hektare—termasuk 5 hektare
lahan yang menjadi tempat coban atau
air terjun itu berada. Coban Rondo paling populer dan paling banyak dikunjungi
wisatawan.
2. Coban Talun. Coban ini berada di kawasan wisata Bumi Perkemahan Coban Talun di lereng
barat Gunung Arjuna-Welirang, dengan ketinggian sekitar 75 meter. Secara
administratif, lokasinya masuk ke dalam wilayah Dusun Junggo, Desa Tulungrejo,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Coban Talun dikelola KBM-JLPL Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur.
3. Coban Rais. Air
terjun setinggi 20 meter ini terletak di Dusun Dresel, Desa Oro-Oro Ombo,
Kecamatan Batu, Kota Batu. Dulu Coban Rais dikenal dengan nama Coban Sabrang
karena harus melewati 14 sungai untuk mencapai lokasi air terjun. Jarak
perjalanan kaki dari bumi perkemahan ke lokasi air terjun sekitar 3,5
kilometer. Dari pusat Kota Batu ke lokasi air terjun sekitar 10 kilometer.
4. Coban Jahe. Obyek
wisata ini juga dikenal dengan nama Coban Begawan. Tinggi air terjun sekitar 45
meter. Lokasinya masuk kawasan Resor Polisi Hutan (RPH) Sukopuro, tepatnya di
Dusun Begawan, Desa Pandesari Lor, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Jarak
dari pusat kota Malang 23 kilometer.
5. Coban Trisula. Ini
merupakan air terjun yang berlokasi di Blok Kali Lajing, Seksi Konservasi
Wilayah III Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), tepatnya
di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Lokasinya di atas
Coban Pelangi.
Dinamakan Coban Trisula karena karena air terjun itu jatuh ke sungai
sebanyak tiga tingkat, yaitu Coban Atas (air terjun pertama dari curahan
sungai/kali Lajing); dibawahnya berupa Coban Tengah (air terjun kedua yang
bersumber dari aliran air terjun pertama, di bawahnya terdapat kolam), dan
Coban Bawah (air terjun ketiga, bersumber dari aliran Coban Tengah).
6. Coban Glothak. Air
terjun ini berlokasi di lereng Gunung Kawi di Desa Bedalisodo, Kecamatan Wagir,
Kabupaten Malang, atau 15 kilometer arah barat Kota Malang. Dari pusat Desa Bedalisodo,
pengunjung masih harus menempuh jarak 4 kilometer lagi dengan menyusuri Sungai
Dem untuk mencapai lokasi air terjun setinggi sekitar 100 meter tersebut.
Masyarakat setempat percaya, Coban Glothak merupakan air
terjun terakhir dari 7 terjun yang berada di atasnya. Coban Glothak belum
dikelola serius oleh Perhutani.
7. Coban
Sewu. Lokasinya di dekat jalan utama Malang-Jombang/Kediri, tepatnya di Desa
Bendosari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Coban Sewu masih berdekatan
dengan Coban Rondo. ABDI PURMONO
2 Komentar
wah asiknya.. minggu lalu saya juga kesana sambil hujan-hujanan. Licin tapi tetap asik! salam kenal! :)
BalasYang namanya liburan ya tetap saja harus disyukuri dan dinikmati, apa pun kondisinya.
BalasTerima kasih untuk komentarnya. Salam kenal juga.