Foto-foto: ABDI PURMONO |
Peresmian museum dihadiri sejumlah pejabat musyawarah pimpinan daerah, seperti Komandan Resor Militer 083/Baladhika Jaya Kolonel M. Nakir, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang Ida Ayu Made Wahyuni, serta Kepala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Timur Aris Soviyani, Dewan Pakar Badan Pelestarian Pusaka Indonesia Eka Budianta, pengusaha biro perjalanan dan pimpinan maskapai, serta para seniman.
Dwi Cahyono menjelaskan, pendirian museum sudah dirintis
sejak 1996. Namun, gagasan besar Cahyono beberapa kali gagal diwujudkan.
Beberapa pihak yang diajak bermitra mundur sampai akhirnya ia sendiri yang
membiayai seluruh pengerjaan museum mulai Maret 2012 dan menghabiskan isi kocek
Rp 1,5 miliar.
“Alhamdulillah,
baru tahun ini bisa terwujud. Museum ini juga menjadi kado istimewa bagi ulang
tahun pernikahan emas (50 tahun) orangtua kami,” kata Dwi Cahyono, putra
pasangan pasangan H. Abdul Madjid dan Hj. Nur Sriati. Ibunda Dwi Cahyono adalah
pemilik restoran Rawon Nguling, Probolinggo.
Museum MTD beralamat di Jalan Gajah Mada 2, persis di
belakang balai kota dan bersebelahan dengan Rumah Makan Inggil, restoran berkonsep
museum kepunyaan Dwi Cahyono. Dibuka tiap hari sepanjang pukul 08.00 sampai
17.00 WIB, pengunjung umum dikenai tiket masuk Rp 25 ribu dan Rp 10.000 bagi
pelajar.
Ia mengawali penyelamatan 72 arca yang tercecer di Kota
Malang mulai 1996. Arca-arca ini berumur 500 sampai 600 tahun. Pada 1997 ia
merancang museum Malang 1.000 tahun. Gagal juga. Lalu, pada 1999 dan 2011
dijalin kerja sama dengan Pusat Perbelanjaan Sarinah. Sempat dibuat 18 ruang,
tapi gagal lagi.
Pekerjaan mencari dan mengumpulkan data benda-benda koleksi
merupakan pekerjaan tersulit bagi Dwi. “Saya harus menelusuri tempat maupun
pelaku sejarah untuk mencari dan mengumpulkan data, foto, film serta benda
bersejarah tentang sejarah Malang. Untuk mencari data sebuah benda koleksi bisa
bertahun-tahun baru dapat. Ini pekerjaan yang sangat melelahkan, tapi sangat
saya cintai,” ujarnya.
Atas seizin pemerintah daerah setempat selaku pemilik,
pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang itu
merenovasi sebuah rumah kuno seluas 1.000 meter persegi yang lama terbengkalai
menjadi museum dengan 20 ruang pamer. Kegiatan renovasi dimulai Mardt lalu (baca: Museum Malang Tempo Doeloe Segera Dioperasikan).
Setiap
ruang punya tema kesejarahan wilayah Malang. Ruang-ruang itu mencakup tema prasejarah,
penggalian data arkeologi, Kerajaan Kanjuruhan, Mataram kuno, Kerajaan
Singasari, pertapaan Ken Arok, Kerajaan Majapahit, benteng Malang (kini Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Sjaiful Anwar), lorong sejarah berisi foto-foto zaman
dulu, galeri wali kota dan bupati Malang, pendapa Kabupaten Malang, masa
pendudukan Jepang, kongres Komite Nasional Indonesia Pusat di Gedung Rakjat
(kini pusat perbelanjaan Sarinah) pada 25 Februari sampai 5 Maret 1947, Malang
dibumi-hanguskan pejuang pada 8 Maret 1949, serta peresmian Alun-Alun Tugu oleh
Presiden Soekarno.
Para pengunjung diperbolehkan berpose atau berfoto bersama barang koleksi sehingga terkesan lebih ramah. Penataan yang lebih “gaul dan muda” menghilangkan kesan angker yang biasanya melekat pada museum. Tak hanya barang pajangan, museum dilengkapi tempat pemutaran film dokudrama tentang sejarah Malang di ruang kaleidoskop. Barang koleksi terlindung kaca disusun atau diletakkan sesuai diorama perjalanan sejarah atau perjalanan waktu yang memudahkan semua pengunjung memahami sejarah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu).
Para pengunjung diperbolehkan berpose atau berfoto bersama barang koleksi sehingga terkesan lebih ramah. Penataan yang lebih “gaul dan muda” menghilangkan kesan angker yang biasanya melekat pada museum. Tak hanya barang pajangan, museum dilengkapi tempat pemutaran film dokudrama tentang sejarah Malang di ruang kaleidoskop. Barang koleksi terlindung kaca disusun atau diletakkan sesuai diorama perjalanan sejarah atau perjalanan waktu yang memudahkan semua pengunjung memahami sejarah Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu).
“Kami memang membangun museum sesuai urutan sejarah Malang
dengan new concept modern lived museum.
Konsep baru ini yang membedakan Museum MTD dengan museum pribadi lainnya. Kami
berharap semoga Museum MTD ini bisa menjadi wisata alternatif bagi wisatawan
yang ke Malang, juga bisa menjadi media pendidikan bagi gener`si muda,” ujar
Ketua Bidang Promosi PHRI Jawa Timur itu.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Ida Ayu Made Wahyuni memuji
inisiatif Dwi Cahyono. Kehadiran Museum MTD menambah jumlah museum di Kota
Malang menjadi empat setelah Museum Brawijaya, Museum Bentoel, dan Museum Mpu Purwa. Kehadiran Museum MTD menjadi
daya tarik baru wisata bagi kota yang seukuran Singapura itu.
Pujian
serupa disampaikan Eka Budianta. Dewan Pakar Badan Pelestarian Pusaka ini
memberi apresiasi tinggi bahwa Museum MTD tak
hanya menyediakan informasi tentang pra sejarah, sejarah, maupun arkelolofi
Kota Malang, namun juga ilmu paleontologi (ilmu yang mempelajari sejarah kehidupan
di bumi, termasuk hewan dan tumbuhan zaman lampau yang telah jadi fosil),
seperti terdapat di Ruang 1 atau Ruang Prasejarah. “Museum dengan konsep
seperti ini merupakan yang pertama di Indonesia. Sangat bagus dan saya bangga,”
kata bekas wartawan Tempo itu.
Menurut Eka, ada puluhan museum di Indonesia tapi yang
berstatus milik pribadi hanya lima museum, seperti Museum Sawahlunto di
Sumatera Barat dan Museum Juanda di Bandung. Museum MTD merupakan museum
pribadi yang menggabungkan konsep-konsep museum yang sudah ada.
Sedangkan Aris Soviyani memuji Dwi Cahyono sebagai sosok
langka. Umumnya, pendiri sekaligus pemilik museum sudah berumur gaek, tapi Dwi
Cahyono bersusah-payah mengumpulkan benda-benda kuno bersejarah dan kemudian
membangun museum di usia terbilang muda: 46 tahun. ABDI PURMONO
ARTIKEL DAN FOTO-FOTO VERSI TEMPO BISA DILIHAT DI SINI:
Museum Malang Tempo Doeloe Resmi Dibuka
Mengenal Sejarah Malang dari Masa ke Masa
0 Komentar