Toko Soak Ngalam di Jalan Kawi Atas 24, Kota Malang. Foto-foto: ABDI PURMONO |
SELASA, 26 Mei 2012. Malam belum
gelap betul. Putri Arum Nilawati menelepon ibunya di Kelurahan Sepinggan,
Kecamatan Balikpapan Selatan, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur.
Putri Arum Nilawati bertanya selera model, warna dan ukuran kaus yang mau dibeli di toko kaus Soak Ngalam di Jalan Kawi Atas 24, Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Jawaban dari Sepinggan memantapkan Nilawati membeli dua kaus lengan panjang warna biru. Barang belanjaan Nilawati dibungkus rapi oleh Andini Chintiyasarri, karyawan toko.
Putri Arum Nilawati bertanya selera model, warna dan ukuran kaus yang mau dibeli di toko kaus Soak Ngalam di Jalan Kawi Atas 24, Kelurahan Bareng, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Jawaban dari Sepinggan memantapkan Nilawati membeli dua kaus lengan panjang warna biru. Barang belanjaan Nilawati dibungkus rapi oleh Andini Chintiyasarri, karyawan toko.
“Ibu dan kakak saya
pesan dibelikan untuk dikirim ke Sepinggan. Saya sudah tiga kali beli kaus
Malangan di sini karena kos saya dekat dari sini dan toko Soak Ngalam ini
sering saya lewati,” kata Nilawati, 22 tahun, kepada saya.
Mahasiswi semester akhir
Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas
Negeri Malang menyukai bahan katun kaus yang dibuat Soak Ngalam selain juga karena desainnya yang unik dengan gambar dan kata-kata jenaka.
Sebenarnya, sebagai
orang Balikpapan, semula dia tak begitu mengerti arti kata-kata yang tercetak
di kaus. Kata-kata yang dipakai dari bahasa Indonesia atau campuran bahasa
Indonesia dan bahasa Jawa logat Jawa Timur-an.
Salah satu ciri khas
pembeda antara bahasa arek Surabaya dengan arek Malang adalah penggunaan bahasa
terbalik yang galib dipakai oleh arek-arek Malang. Bahasa terbalik Malangan sering disebut sebagai boso walikan alias osob kiwalan.
Nama toko Soak Ngalam merupakan contoh konkret. Soak Ngalam sama dengan "kaos
Malang".
Penggunaan bahasa
Malangan pula yang menjadi pembeda paling kentara antara produk Soak Ngalam
dengan kaus buatan Joger (Bali), Dagadu (Yogyakarta), Iwak Bandeng
(Semarang), dan Cak-Cuk (Surabaya).
“Awalnya saya sulit
mengerti bahasa walikan. Tapi makin lama di Malang, saya jadi ngerti juga walau tak bisa lancar mengucapkannya. Arti dari kata-kata di
kaus-kaus yang dijual di sini lucu-lucu. Desainnya juga bagus, tak kalah dengan
kaus Joger (Bali) dan Dagadu (Yogyakarta). Harga dan kualitasnya pun sesuai,”
ujar Nilawati. Ia berniat membeli kaus sebagai oleh-oleh untuk temannya.
Jika Nilawati mulai mengerti boso walikan, Ronny dan empat temannya sama sekali tak mengerti. Ronny and the gang baru turun berlibur di Kota Batu mau ke Kota Malang. Persis menjelang gapura perbatasan kabupaten dan kota Malang, rombongan Ronny mampir di toko kedua Soak Ngalam di Jalan Raya Mulyoagung, Kelurahan Sengkaling, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Rabu pekan lalu. Tokonya bersebelahan dengan gerbang Hotel Universitas Muhammadiyah Malang (dulu UMM Inn).
Jika Nilawati mulai mengerti boso walikan, Ronny dan empat temannya sama sekali tak mengerti. Ronny and the gang baru turun berlibur di Kota Batu mau ke Kota Malang. Persis menjelang gapura perbatasan kabupaten dan kota Malang, rombongan Ronny mampir di toko kedua Soak Ngalam di Jalan Raya Mulyoagung, Kelurahan Sengkaling, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Rabu pekan lalu. Tokonya bersebelahan dengan gerbang Hotel Universitas Muhammadiyah Malang (dulu UMM Inn).
Toko Soak Ngalam di Sengkaling. |
Mereka senang desain
Soak Ngalam, tapi yang dibeli justru beberapa suvenir berbahan keramik yang
harganya lebih murah dari kaus. Sebaliknya, sepasang suami-istri masuk dan
kurang dari 15 menit keluar sambil menenteng kantong kertas berisi dua kaus Soak
Ngalam. “Buat oleh-oleh teman kami di Kendal (Jawa Tengah), Mas,” kata si pria,
singkat.
Soak Ngalam merupakan
salah satu produsen kaus Malangan. Saya mencatat, ada tujuh
usaha serupa di Kota Malang: Udeng Bodol, Malangku, Obama (Oblong Aseli
Malang), Pari’an, Ngalam Ilakes (Malang Sekali), Kunam (Manuk), dan Walikan.
Namun, tidak semuanya
memproduksi sendiri barang dagangan. Ada yang menjual produk kaus dari luar
Malang, utamanya dari Yogyakarta, Bali, dan Solo. Beberapa di antaranya tidak
mempunyai toko permanen, tapi melayani pembeli dengan sistem pemesanan secara online.
Soak Ngalam memastikan
tetap konsisten memproduksi dan menjual kaus Malang asli. Boleh dibilang,
menurut banyak orang yang saya tanya, Soak Ngalam yang
paling berkembang dan dikenal.
“Semua produk yang kami
jual asli buatan orang Malang. Selain kaus, kami juga menjual aksesoris sebagai
suvenir dari pusat (industri) keramik Dinoyo (kelurahan di Kecamatan Lowokwaru,
Kota Malang). Kami juga memproduksi tas ransel untuk kegiatan outdoor,” kata Andini Chintiyasari, menegaskan.
Penegasan dari Andini
tercetak di brosur Soak Ngalam, yang menyebut diri sebagai pusat oleh-oleh khas
Malang. “Ini yang asli, yang lain palsu,” begitu ditulis.
Selanjutnya, ada kalimat yang agak provokatif seperti ini, “Ojok ngaku tau nang Malang, Ojok ngaku urip nang Malang, yo
ojok ngaku kera Ngalam, opo maneh ngaku genaro Ngalam nek gak tau blonjo nang
Soak Ngalam.” Kalimat ini berarti
“jangan mengaku pernah di Malang, jangan mengaku hidup di Malang, ya jangan
mengaku arek Malang, apalagi mengaku orang Malang jika tak pernah belanja di Soak Ngalam.”
Harga produk Soak Ngalam
merentang dari harga Rp 65.000 sampai Rp 80.000 per kaus, Rp 80.000 sampai Rp
100.000 per jaket, Rp 45.000 sampai Rp 70.000 per tas, serta Rp 10.000 sampai
Rp 20.000 per aksesoris. Harga kaus anak-anak lebih murah Rp 10.000 dibanding
kaus untuk segmen remaja dan orang dewasa.
Harga kaus tergantung
desain dan bahan kain. Untuk kaus berdesain glow in the dark, yang bisa “menyala” di malam hari atau di tempat gelap, Rp
75.000 per kaus. Sedangkan kaus dengan desain biasa Rp 65.000 per kaus.
Menurut Andini, pembeli
produk Soak Ngalam mayoritas turis domestik seperti dari Jakarta, Bandung,
Surabaya, Yogyakarta, dan Semarang. Turis domestik memang segmen utama pasar
Soak Ngalam. Turis asing yang suka membeli di Soak Ngalam mayoritas berasal dari
Belanda, Australia, Korea, dan Jepang.
Orang-orang tua Malang
yang tinggal di Jakarta dan kota lain yang mudik Lebaran suka membeli kaus di
Soak Ngalam karena ingin bernostalgia, mengenang kebiasaan mereka dulu yang
bercakap-cakap dengan boso walikan.
Omzet penjualan kaus
Soak Ngalam meningkat di hari-hari libur tertentu, seperti Lebaran, tahun baru
dan Natal. Di hari-hari biasa omzet penjualan antara Rp 800 ribu sampai Rp 1
juta per hari dari 12 sampai 15 kaus seharga Rp 65.000 yang terjual.
Di masa Lebaran,
misalnya, omzet bisa meningkat antara Rp 3 juta sampai Rp 5 juta per hari. Pada
masa Lebaran tahun lalu, omzet harian antara Rp 4 juta sampai Rp 6 juta.
“Biasanya di hari pertama Lebaran sepi pembeli dan kami pun ikut libur. Pembeli
mulai ramai di hari kedua ke atas, ya pas masa arus balik (H+7),” kata Andini.
Keterangan Andini
diperkuat oleh Tommy Pamungkas, Kepala Toko Soak Ngalam. Omzet bulanan mencapai
Rp 20 juta sampai Rp 30 juta per bulan atau Rp 240 juta sampai Rp 360 juta per
tahun, dengan kaus terjual sebanyak 200-300 per piece. Ini omzet
rata-rata.
Soak Ngalam getol
memproduksi kaus dengan desain-desain baru untuk mencegah kebosanan konsumen.
Rata-rata mereka berproduksi satu kali dalam sebulan dengan 4-5 desain dalam
empat ukuran (S, M, L, dan XL). Soak Ngalam sudah menghasilkan sekitar 350
desain kaus sejak berdiri empat tahun silam.
Soak Ngalam cepat
berkembang. Didirikan pengusaha garmen asal Malang, Tjandra Purnama Edhi, pada
17 Desember 2009 di Jalan Kawi Atas, pada November 2011 dibuka toko baru di
Sengkaling, tepatnya di kiri jalan raya menuju kota wisata Batu atau di samping
Hotel UMM.
Toko di Jalan Kawi Atas
menyasar konsumen orang di Malang kota dan kabupaten. Sedangkan toko di
Sengkaling ditujukan untuk menjaring konsumen yang berlibur dari Malang ke Batu
dan sebaliknya. Kedua toko buka mulai pukul 8 pagi sampai pukul 9 malam.
Menurut Tommy, pendirian
Soak Ngalam dilatari kegelisahan belum adanya toko resmi khusus yang menjual
kaus berbahasa terbalik. Boso walikan merupakan aset budaya khas Malang yang terancam
punah dan penuturnya makin sedikit.
Selain pesaing,
tantangan terbesar yang juga dihadapi Soak Ngalam adalah persepsi masyarakat
tentang oleh-oleh khas Malang. Selama ini Malang identik dengan kaus-kaus jersey klub sepak bola Arema Indonesia dan suporternya, Aremania. Puluhan
industri kreatif pembuat kaus Arema bertebaran di seantero Kota Malang, dan
mayoritas merupakan industri kecil kelas rumahan.
Saking populernya klub
Arema, kaus-kaus beratribut Arema dan Aremania pun laris manis dijadikan
oleh-oleh oleh turis. Apalagi sejumlah pembuat kaus juga menggunakan bahasa walikan meski tetap saja gambar kepala singa yang paling menonjol, dengan
tulisan besar Ongis Nade alias Singo Edan, Arema, dan Aremania.
Soak Ngalam ingin kaus-kaus buatan mereka jadi oleh-oleh alternatif yang memperkaya keanekaragaman oleh-oleh khas Malang sehingga nantinya Malang tak melulu identik dengan apel malang, oskab (bakso), keripik tempe, serta kaus-kaus Arema dan Aremania. ABDI PURMONO
Soak Ngalam ingin kaus-kaus buatan mereka jadi oleh-oleh alternatif yang memperkaya keanekaragaman oleh-oleh khas Malang sehingga nantinya Malang tak melulu identik dengan apel malang, oskab (bakso), keripik tempe, serta kaus-kaus Arema dan Aremania. ABDI PURMONO
CATATAN:
Ini naskah asli tentang toko Soak Ngalam yang kuberi judul Kaos Bahasa 'Walikan', Oleh-oleh Alternatif dari Kota Malang yang kukirim ke redaksi Tempo. Versi yang sudah diedit dan tayang di Tempo bisa diakses dengan mengklik berita berjudul Kaus Bahasa "Walikan", Oleh-oleh Khas dari Malang.
4 Komentar
thanks infox smg bermanfaat
BalasTerima kasih Pak.. Artikelnya menambah wawasan saya tentang Kota Ngalam. Makin
Balas@Obat Jerawat Herbal: Sama-sama. Terima kasih sudah mau mampir.
Balas@M. Dwi Cahyono: ya syukurlah bila makin menambah wawasan tentang Kota Malang. Artinya artikel sederhana yang saya tulis itu bermanfaat bagi pembaca. Matur sembah nuwun sudah mampir dan berkomentar di blog saya, Pak... :)
Balas