Pembacaan deklarasi Rumah Budaya Ratna, Minggu, 15 April 2012. Foto: ABDI PURMONO |
Deklarasi Rumah Budaya Ratna dimeriahkan oleh seratusan bocah peserta lomba membuat catatan harian bergambar.
MALANG — Sekitar 50 orang terdiri dari keluarga dan sahabat Ratna Indraswari Ibrahim alias Mbak Ratna mendeklarasikan tiga butir komitmen untuk meneruskan cita-cita sang sastrawan.
Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang (UM) Profesor Maryaeni mengatakan, wujud pemenuhan komitmen terbuhul pada pendeklarasian rumah kediaman Mbak Ratna di Jalan Diponegoro 3, RT 01 RW 05, Kelurahan Klojen, Kecamatan Klojen sebagai Rumah Budaya Ratna Indraswari Ibrahim, disingkat RBR.
Menurut Maryaeni, deklarasi diperlukan agar seluruh keluarga dan sahabat tetap sudi berkomitmen untuk terus menghidupkan kegiatan kesusastraan di Malang Raya (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) yang dipusatkan di Rumah Budaya Ratna.
“Khawatirnya, kalau tidak pakai deklarasi, nantinya sahabat dan keluarga jalan sendiri-sendiri. Dengan deklarasi, kita mengambil tanggung jawab bersama untuk terus menghidupkan kegiatan kesusastraan di Malang Raya dengan pusat kegiatan di rumah Mbak Ratna ini,” ujar Maryaeni seusai pembacaan deklarasi, Minggu, 15 April 2012.
Baca juga: Sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim Meninggal
Pembacaan deklarasi melibatkan belasan bocah pemenang seni enikki—dari bahasa Jepang yang bermakna catatan harian bergambar—dalam Festival Anak-anak Indonesia Menulis yang diselenggarakan Yayasan Pecinta Pendidikan dan Bacaan Anak Indonesia (PIPBI). Deklarasi ditandatangani Maryaeni atas persetujuan keluarga dan sahabat-sahabat Ratna.
Bocah-bocah pemenang lomba enikki. Foto: ABDI PURMONO |
Ada tiga isi deklarasinya. Pertama, keluarga dan sahabat Ratna Indraswari Ibrahim menyatakan akan memelihara, merawat dan melestarikan cita-cita luhur Ratna Indraswari Ibrahim. Kedua, keluarga dan sahabat Ratna Indraswari Ibrahim akan akan meneruskan dan mewujudkan cita-cita Ratna Indraswari Ibrahim. Ketiga, keluarga dan sahabat Ratna Indraswari Ibrahim akan beraksi merealisasikan cita-cita Ratna Indraswari Ibrahim.
Selain kesusastraan, beberapa kegiatan sosial-budaya dan kemanusiaan yang dirintis Ratna juga akan diteruskan. Tobuki atau Toko Buku Kita yang didirikan Ratna dan kawan-kawan pun tetap akan dibuka kendati kini operasinya agak tersendat-sendat.
Ratna lahir di Malang, 24 April 1949, dan meninggal pada 28 Maret 2011 di Ruang Unit Stroke, Paviliun Bougenville, Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sjaiful Anwar, Kota Malang. Ratna mengidap komplikasi penyakit.
Baca juga: Cerpenis Ratna Indraswari Ibrahim Tutup Usia
Sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim, Senin, 20 Januari 2003. Foto: ABDI PURMONO |
Cacat sejak kecil, tapi Ratna sangat produktif. Semasa hidupnya Ratna menghasilkan sekitar 400 cerita pendek dan cerita bersambung, ditambah sejumlah novel, yang dia buat. Karena cacat, anak dari pasangan Saleh Ibrahim dan Siti Bidahsari Arifin—keduanya sudah meninggal—itu “menulis”dengan ingatannya. Dia mendiktekan alur cerita dan asistennya yang menulis tangan atau diketik dengan mesin ketik atau komputer.
Dengan keuletan dan kegigihannya itulah sejumlah karya lahir. Karya-karyanya berupa kumpulan cerpen yang dimuat dalam antologi Kado Istimewa (1992), Pelajaran Mengarang (1993), Lampor (1994), Laki-laki yang Kawin dengan Peri (1995), Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997), Lakon di Kota Senja (2002), dan Waktu Nayla (2003).
Baca juga: Sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim di Dunia Maya
Ratna juga menerbitkan novel Bukan Pinang Dibelah Dua (2003) dan Lemah Tanjung (2003). Novel Lemah Tanjung dibuat berdasarkan kisah nyata dan didedikasikan kepada warga yang menentang pembangunan perumahan mewah di atas lahan hutan kota. Perumahan itu kini bernama Ijen Nirwana Residence kepunyaan Grup Bakrie.
Ratna terlibat dalam kegiatan diskusi-diskusi dan aksi unjuk rasa menentang pengalihan fungsi hutan kota tersebut. Dia menentang karena baginya lahan bekas kampus Akademi Penyuluh Pertanian seluas sekitar 28,5 hektare itu tidak hanya menyangkut soal lingkungan, tapi juga berkaitan dengan dinamika sosial-budaya dan sejarah Kota Malang.
Panitia Festival Anak-anak Indonesia Menulis. Foto: ABDI PURMONO. |
Selain produktif menulis, Ratna, yang pernah kuliah di Universitas Brawijaya, Malang, dikenal sebagai aktivis sosial-budaya yang turut mendirikan dan mengurusi Yayasan Bhakti Nurani, LSM Entropic Malang, Yayasan Kebudayaan Pajoeng Malang, dan Forum Pelangi Malang. Peraih beberapa penghargaan di bidang sastra dan feminisme itu juga pernah mengikuti seminar dan pelatihan di luar negeri. ABDI PURMONO
0 Komentar