Foto-foto: ABDI PURMONO |
KORAN TEMPO Edisi Jawa Timur, Jumat, 2 Oktober 2009
KHUSNUL, 40 tahun, dengan
sabar mengarahkan istri dan ketiga anaknya untuk berpose di sebuah tanjakan
batu besar. Di belakang mereka terdengar gemericik air terjun. Lalu keluarlah
bunyi jeprat-jepret dan jadilah foto keluarga berlatar air yang meluncur dari
ketinggian 85 meter itu.
“Coban Rondo sekarang makin bagus,” kata pria kelahiran Malang yang jadi pegawai Perusahaan Listrik Negara di Medan ini.
Coban Rondo memang layak
dikunjungi. Apalagi lokasinya makin mudah dijangkau dari sejumlah kota, baik
dari arah Kediri dan Jombang maupun dari arah Kota Batu dan Malang.
Wanawisata Coban Rondo,
demikian nama resminya, berlokasi di Dusun Sebalo, Desa Pandesari, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang. Luas keseluruhan wilayahnya 90,3 hektare—termasuk 5
hektare lahan yang menjadi tempat coban atau air terjun itu berada.
Coban Rondo resmi menjadi
obyek wisata pada 1980. Obyek wisata alam, wisata pendidikan, dan wisata
petualangan ini dikelola PT Perhutani Alam Wisata.
Coban Rondo merupakan
salah satu dari sedikitnya 52 obyek wanawisata yang dimiliki Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur. Di Kabupaten Malang, selain Coban Rondo, terdapat Coban Pelangi di Kecamatan Poncokusumo dan Coban Glothak di Kecamatan Wagir. Di Batu
juga ada Coban Talun dan Coban Rais. Namun, Coban Rondo-lah yang paling
populer.
Jalan masuk ke Coban Rondo
ditandai oleh sebuah patung sapi dan seorang ibu memeras susu sapi. Patung
sapi menandakan Pujon merupakan sentra penghasil susu segar, selain sebagai
sentra penghasil sayur-sayuran.
Lokasi Coban Rondo hanya
berjarak 4 kilometer dari patung sapi. Jalan menuju Coban Rondo terdiri dari
aspal selebar 3 meter. Sepanjang jalan menuju pos pintu masuk dipenuhi oleh
rumah penduduk. Baru setelah memasuki kawasan hutan produksi, pengunjung
disuguhi pemandanga tanaman pinus, ekaliptus, dan mahoni.
Dua kilometer selepas pos
pintu masuk terdapat area satwa dan kebun seluas 2 hektare, yang antara lain
digunakan sebagai lahan sayur organik, pondok stroberi, kandang gajah, tempat
penyewaan sepeda, dan taman bermain.
Selain bisa membeli merchandise
dan suvenir, dari lokasi ini pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Batu dari
ketinggian sekitar 1.300 meter di atas
permukaan laut. Oh ya, harga tiket masuk di Coban Rondo cukup
terjangkau, yakni Rp 10.500 untuk wisatawan asing dan Rp 8.500 untuk wisatawan
lokal.
Bagi pengunjung yang tak
ingin capek berjalan, pengelola wanawisata juga menyediakan 2 ekor gajah untuk
disewakan. Ongkosnya Rp 10 ribu untuk satu putaran di dalam area.
Selain gajah, pengunjung
bisa menyewa sepeda. Ongkos sewanya Rp 5.000 per 15 menit. Tapi jangan kaget, saat
menggenjot sepeda, Anda akan dikawal seorang petugas wanawisata Coban Rondo. “Agar
sepedanya tak dibawa lari oleh pengunjung,” kata Ibu Sumarti, pemilik warung di
dalam area satwa dan kebun.
Lokasi air terjun Coban
Rondo berada di sekitar 2 kilometer dari area satwa dan kebun. Selain tersedia
area parkir yang cukup luas, di lokasi air terjun ini tersedia 22 kedai milik
pedagang makanan dan suvenir. Di lokasi ini pun tampak pepohonan besar yang
tumbuh teratur.
Coban Rondo berada pada ketinggian
1.135 meter dari permukaan laut. Airnya berasal mata air Cemoro Dudo di lereng
Gunung Kawi dan mengalir lewat Sungai Coban Rondo yang memiliki daerah aliran seluas
1.252 hektare. Dengan curah hujan 1.721 milimeter per tahun, diperkirakan daerah
aliran Sungai Coban Rondo mampu menampung air hujan sebanyak 21,6 miliar kubik per
tahun.
Lokasi tempat jatuhnya air
menyerupai kolam yang berdiameter sekitar 100 meter persegi. Tempatnya
berbatu-batu dan sebagian sudah diberi undakan, sehingga menjadi tempat favorit
berfoto bagi para pengunjung.
Pada musim liburan seperti
Lebaran lalu, wanawisata Coban Rondo menjadi tempat favorit para pengunjung. Jumlah
pengunjungnya mencapai 2.500-3.000 orang per hari. Pada hari biasa,
pengunjungnya hanya sekitar 200 orang.
Karena padatnya
pengunjung, banyak pengunjung berebut menguasai tanjakan agar lebih dekat
dengan air terjun. Bahkan sebagian orang nekat berfoto di dalam kolam, meski
ada larangan mandi di dekat luncuran air. Larangan ini diberlakukan terutama
saat musim hujan agar pengunjung terhindar dari longsoran tanah.
Selain Coban Rondo, di
atas Coban Rondo sebenarnya masih ada dua air terjun lagi, yakni air terjun
Coban Tengah dan Coban Manten. Tapi entah mengapa, kebanyakan pengunjung hanya
mengunjungi Coban Rondo.
Karena itu, biasanya
pengelola Coban Rondo menganjurkan pengunjung mengikuti program trekking
menuju Coban Tengah dan Coban Manten. Kegiatan lain yang tak kalah menarik di
lokasi ini adalah outbound, berkemah, atau menguji nyali dengan flying
fox dan arung jeram.
Tentu saja pengunjung
boleh berlama-lama di Coban Rondo, misalnya, untuk berkemah atau menyewa kamar
di Griya Wana. Penginapan ini dilengkapi fasilitas air panas.
Bagi yang ingin menginap,
pengelola menawarkan paket bermalam plus dengan tambahan aktivitas seperti
memanen sayuran organik atau memetik buah stroberi.
Nama Coban Rondo dianggap
aneh, sehingga membuat banyak orang penasaran untuk melihatnya. Dalam bahasa
Indonesia, kata coban rondo bersinonim dengan kata air terjun janda.
Tak ada bukti ilmiah yang
dapat memastikan asal-usul nama air terjun ini. Konon, nama Coban Rondo berasal
dari kisah asmara sepasang pengantin baru bernama Dewi Anjarwati dari Gunung
Kawi dan Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro.
Setelah pernikahan berumur
selapan (36 hari), Dewi Anjarwati mengajak suaminya mengunjungi rumah
mertuanya di Gunung Anjasmoro. Keinginan mereka ini semula dicegah oleh ayah-ibu
Dewi karena usia perkawinan keduanya masih masa selapanan.
Namun pasangan ini tetap ngotot pergi. Dalam perjalanan muncul Joko Lelono, pria yang tak jelas asal-usulnya. Joko Lelono langsung jatuh cinta dan bertekad merebut sang putri dari Raden Baron.
Namun pasangan ini tetap ngotot pergi. Dalam perjalanan muncul Joko Lelono, pria yang tak jelas asal-usulnya. Joko Lelono langsung jatuh cinta dan bertekad merebut sang putri dari Raden Baron.
Kepada para pembantunya,
Baron berpesan agar Dewi disembunyikan di sebuah tempat yang ada air terjunnya.
Joko dan Raden Baron pun bertarung sampai keduanya sama-sama mati, lalu Dewi Anjarwati
menjadi rondo atau (janda).
Sejak itulah air terjun
tempat Dewi Anjarwati bersembunyi dinamai Coban Rondo. Konon, batu besar di
bawah air terjun dipercaya sebagai tempat duduk sang putri yang tengah merenungi
nasibnya. ABDI
PURMONO
0 Komentar