JAKARTA — Koresponden Tempo se-Indonesia mendeklarasikan pembentukan Serikat Pekerja Koresponden Tempo atau disingkat Sepak@t Indonesia.
Pendeklarasian
Sepak@t dilakukan di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada
Kamis, 23 Februari 2012. Deklarasi ini didukung oleh Federasi Serikat Pekerja
Media (FSPM), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), LBH Pers, dan AJI. Sepak@t pun
jadi serikat pekerja pertama yang dibentuk oleh para wartawan yang berstatus
koresponden maupun kontributor.
“Sepak@t merupakan serikat pekerja yang menaungi koresponden Tempo yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Sepak@t dibentuk dari keprihatinan atas perlakuan diskriminatif yang dialami koresponden di Tanah Air,” kata Ketua Sepak@t Indonesia Dini Mawuntyas.
Pendeklarasian Sepak@t dilakukan di tengah keprihatinan atas kondisi yang menimpa koresponden Tempo; salah seorang di antaranya Bintariadi alias Bibin, koresponden Tempo di Malang, yang terbaring sakit sejak November 2011. Bibin menderita meningitis (radang selaput otak). Biaya pengobatan dan operasinya pada Desember 2011 lebih dari Rp 50 juta. Sedangkan manajemen Tempo hanya memberi bantuan kesehatan Rp 1 juta.
Kondisi Bibin kian memburuk akibat infeksi pasca-operasi sehingga pada Januari 2012 harus kembali dirawat di rumah sakit dan menghabiskan biaya sekitar Rp 28 juta. Perusahaan kembali memberikan bantuan sebesar Rp 10 juta.
Sebenarnya, secara de facto, pembentukan Sepak@t dilakukan di Kebun Teh Wonosari, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Sabtu, 5 Juni 2010, dengan nama Sepak@t Jawa Timur. Sehari kemudian, namanya diubah jadi Sepak@t Indonesia atau dibaca Sepakat Indonesia.
Baca juga: Koresponden TEMPO Jawa Timur Bentuk Serikat Pekerja
Deklarasi Sepak@t Jawa Timur di Kebun Teh Wonosari, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Sabtu, 5 Juni 2010. Foto: ABDI PURMONO |
Pada September 2011, organisasi Sepak@t Indonesia didaftarkan ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur untuk dicatat sehingga cakupan keanggotaannya meluas dari Aceh sampai Papua.
Pembentukan Sepak@t Indonesia bertujuan untuk (1) memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan, serta melindungi hak-hak anggotanya, (2) menumbuhkan rasa kebersamaan, persaudaraan, dan persatuan antara sesama anggota, dan (3) membangun solidaritas di antara pekerja media serta perjuangan kaum buruh dan rakyat secara keseluruhan. Tiga tujuan ini tercantum pada Pasal 7 Anggaran Dasar Sepak@t Indonesia.
Menurut Dini, pertumbuhan perusahaan pers turut mendongkrak jumlah pekerja media, baik karyawan tetap (organik) maupun pekerja berstatus koresponden—sebutan lainnya kontributor, stringer dan freelancer. Status koresponden dianggap tidak memberikan kejelasan status hubungan ketenagakerjaan.
Koresponden kerap tidak mendapat hak-hak sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti upah layak, jaminan kesehatan, tunjangan melahirkan bagi pekerja perempuan dan tunjangan-tunjangan lainnya.
Sistem hubungan ketenagakerjaan yang dibuat bersifat eksploitatif. Koresponden ditempatkan dalam posisi lemah. Perusahaan mengabaikan kesejahteraan koresponden meski kinerja, produktivitas, dan kualitasnya bagus.
“Melalui Sepak@t, kami ingi memperjuangkan peningkatan kesejahteraan koresponden. Selain itu bagi perusahaan pers juga mendapatkan keuntungan karena koresponden akan bekerja secara maksimal, loyal, dan semakin memberikan kontribusi yang besar. Koresponden akan lebih termotivasi menghasilkan produk jurnalistik yang berkualitas,” ujar Dini.
Dalam
deklarasinya, Sepak@t Indonesia menyampaikan tujuh pernyataan sikap:
1. Meminta perusahaan
media memberikan hak dan jaminan sosial terhadap koresponden seperti pekerja
pada umumnya.
2. Meminta
perusahaan media agar tunduk dan patuh terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan.
3. Mendorong
koresponden membentuk serikat pekerja di masing-masing perusahaan media untuk
menjamin hak-hak pekerja.
4. Mengampanyekan
pekerjaan koresponden adalah pekerjaan pokok dalam perusahaan media.
5. Menolak
bentuk outsourcing dalam hubungan
tenaga kerja di perusahaan media.
6. Wartawan
wajib meningkatkan kapasitas dan patuh terhadap kode etik.
7. Mendesak perusahaan media mematuhi ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, bahwa “perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.”
Sepak@t dan FSPM menyerukan kepada perusahaan-perusahaan media untuk memberikan hak dan jaminan sosial terhadap koresponden seperti pekerja pada umumnya dengan cara mematuhi dan melaksanakan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Ketua FSPM Abdul Manan mengatakan, pendirian Sepak@t menjadi tonggak bagi pengorganisasian koresponden media di Indonesia. FSPM mendorong para koresponden lainnya untuk memperjuangkan hak-haknya dengan berserikat di perusahaan media masing-masing.
“Kami juga akan mengampanyekan pekerjaan koresponden adalah pekerjaan pokok dalam perusahaan media dengan menolak bentuk outsourcing dalam hubungan tenaga kerja,” kata Ketua FSPM Abdul Manan.
Kata Manan, salah satu poin dalam Resolusi Kongres AJI di Makassar, 2011 adalah adalah menentang perusahaan media mempekerjakan wartawan tanpa status tidak jelas, menentang status stringer dan mendesak pemilik media tidak tutup mata atas praktik ini. Poin lainnya juga meminta perusahaan memberikan upah paling tidak 50 persen di atas upah minimum provinsi.
Manan
pun mengingatkan para koresponden untuk rajin meningkatkan kapasitas,
kompetensi, dan selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik. ABDI PURMONO
0 Komentar