Gunung Kelud saat masih mengeluarkan debu vulkanik pada Selasa, 18 Februari 2014. Foto: ABDI PURMONO |
MALANG — Sebanyak 36 desa di kabupaten Malang, Blitar, dan
Kediri, meningkatkan kewaspadaan terhadap letusan Gunung Kelud. Kewaspadaan
ditindaklanjuti dengan penyelesaian rencana pengungsian (contingency plan)
penduduk.
Bagyo Setyono, Kepala Bidang Tanggap Darurat dan Logistik
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Malang, mengatakan,
kewaspadaan terhadap letusan Gunung Kelud terus meningkat karena gunung
setinggi 1.731 meter dari permukaan laut tidak jadi meletus walau aktivitas
vulkanik meningkat pada 2007.
“Ada perubahan karakter Gunung Kelud yang terus dipelajari para
ahli dan pengamat gunung berapi. Perubahan karakter itu sudah sewajarnya tetap
harus diwaspadai oleh kita semua,” kata Bagyo, Kamis, 19 Januari 2012.
Ia mendapat informasi dari Direktorat Jenderal Vulkanologi
bahwa siklus letusan Gunung Kelud diperkirakan memendek dari semula sepuluh
tahunan menjadi lima tahunan. Kondisi Gunung Kelud mengalami perubahan karakter
yang signifikan. Biasanya letusan Gunung Kelud berkarakter eksplosif (menyemburkan
material), terjadi erupsi (semburan lava), seperti terjadi pada 1951, 1966, dan
1990.
Tapi pada 2007 letusannya menjadi efusif (mengalirkan).
Letusan efusif juga mengakibatkan perubahan karakter lain, yakni kemunculan
kubah lava berupa material padat berbentuk pasir dan batuan berwarna hitam,
menggantikan danau kawah berwarna hijau. Kubah lava itu terus mengeluarkan asap
belerang dan menimbulkan hawa panas di sekitarnya.
Posisi batu-batuan pada kubah lava juga belum stabil sehingga
rawan longsor bila tertiup angin kencang atau terjadi gempa berkekuatan sedang.
Kemunculan kubah lava pun menghambat pertumbuhan anak gunung
di bekas kawah Gunung Kelud alias terjadi penyumbatan tenaga orogentik atau
pembentukan gunung dari dalam perut bumi. Penyumbatan ini yang diduga membuat
siklus letusan Gunung Kelud memendek.
“Tahun ini dan tahun seterusnya ancaman letusan Gunung Kelud
harus diwaspadai. Bukan tak mungkin masa letusannya makin dekat. Kami sudah
merampungkan rencana penyelamatan atau evakuasi warga desa jika Gunung Kelud
meletus,” kata Bagyo.
Menurutnya, rencana penyelamatan atau pengungsian di wilayah
Kabupaten Malang ditetapkan pada sembilan desa di dua kecamatan yang berada di lereng
atau jalur lahar Gunung Kelud.
Karena bisa terkena dampak langsung Gunung Kelud, maka Desa
Sidodadi, Pandesari, Ngantru, Pagersari, dan Banturejo di Kecamatan Ngantang;
serta Desa Kasembon, Sukosari, Pondok Agung, dan Bayem di Kecamatan Kasembon,
ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Kelud. Penetapan KRB juga
dilakukan pada 2007.
Selain sembilan desa di Kabupaten Malang, skenario
penyelamatan warga oleh BPBD ditetapkan di 17 desa di Kabupaten Kediri dan 10
desa di Kabupaten Blitar.
Rencana penyelamatan itu dirancang secara swadaya oleh Bagyo
bersama kawan-kawannya dari komunitas dan organisasi peduli alam dan lingkungan
serta peduli bencana, seperti Jangkar Kelud (Jangkane Kawula Redi Kelud),
Perkumpulan Kappala Indonesia, Pusat Studi Bencana Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Unsur musyawarah pimpinan kecamatan, seperti komando rayon
militer dan kepolisian sektor setempat pun sangat berperan mendukung
penyelesaian rencana penyelamatan. Perusahaan Umum Jasa Tirta I banyak membantu
penyediaan fasilitas.
“Kami membuatnya swadaya dengan biaya patungan dari
teman-teman. BPBD sendiri baru terbentuk pada Oktober 2011 dan mencoba berperan
aktif bersama-sama masyarakat. Intinya, semua rencana swadaya kami ini berbasis
pada peran serta masyarat, basic community. Kami tak bisa menunggu harus
ada instruksi dari atas dulu baru bekerja,” kata Bagyo.
Catur Sudharmanto, Koordinator Umum Jangkar Kelud, membenarkan
penjelasan Bagyo. Kediri dan Blitar selama ini jadi korban letusan Gunung Kelud
dengan jumlah korban jiwa dan harta yang besar. Sekarang Kediri dan Blitar
sudah merampungkan persiapan pengungsian di desa-desa di wilayah masing-masing.
Selain bersiap menghadapi bahaya letusan Gunung Kelud, Bagyo
bersama Sudharmanto dan kawan-kawan lainnya pun bersiap menghadapi bahaya
Gunung Semeru, serta memantau potensi bahaya dari makin menuanya sejumlah
bendungan di Jawa Timur.
Sedikitnya ada 500 orang relawan di Kabupaten Malang yang
sewaktu-waktu siap dikerahkan ke wilayah bencana di dalam dan di luar Jawa
Timur. ABDI PURMONO
0 Komentar