MALANG — Sastrawan senior Ratna Indraswari Ibrahim kembali dirawat di Instalasi Rawat Darurat (IRD) Rumah Sakit Umum Daerah dr. Sjaiful Anwar (RSSA), Kota Malang, Jawa Timur, sejak Sabtu kemarin.
“Maaf, baru bisa kabari petang ini. Kami sibuk sekali sekarang. Beliau masuk jam 11-an. Diagnosa dokter, beliau kena sakit paru, jantung, stroke, dan diabetes. Beliau sempat tak sadarkan diri,” kata Ruhadi Rarundra alias Siro, anak angkat merangkap asisten pribadi Ratna, kepada Tempo lewat pesan pendek.
Menurut Siro, dalam hampir dua pekan terakhir Ratna tiga kali masuk RSSA. Kini Ratna dirawat di Ruang Observasi IRD. Ratna sempat dirawat empat hari sejak 15 Maret. Lalu masuk lagi ke RSSA pada 18 Maret dan dirawat selama enam hari.
Sebelumnya, novelis kelahiran Malang, 24 April 1949, itu juga pernah dirawat di RSSA pada awal 2009. Waktu itu Ratna divonis terkena stroke ringan. Dia menjalani perawatan intensif selama dua pekan. Biaya perawatan sebesar Rp 42 juta ditanggung saudara, sahabat, teman, kenalan, dan donatur. Mereka dari beragam latar belakang profesi, seperti wartawan, aktivis, sastrawan, dan seniman.
Baca juga: Sastrawan Ratna Indraswari Ibrahim Terserang Stroke
Aktivis
perburuhan yang juga seorang dosen di perguruan tinggi swasta, Daniel S.
Stephanus, mengajak seluruh sahabat, teman, dan kenalan Ratna untuk menggalang
aksi solidaritas membantu Ratna. Ratna sendiri sudah setuju rekening pribadinya
di BCA diumumkan untuk menampung donasi dari siapa pun yang ingin membantu
dirinya.
“Nomor rekeningnya BCA 4390218881 atas nama Mbak Ratna sendiri,” tulis Daniel lewat pesan pendek.
Dalam sebuah percakapan, Ratna mengaku tidak pernah mengalami sakit serius. Dia sangat menjaga pola makan sehingga merasa selalu sehat dan bugar. Dia memang sering merasa kelelahan karena terlibat di banyak kegiatan.
“Tapi tak pernah sampai kena sakit serius. Saya merasa gula saya normal, kolesterol normal, dan diabetes tak ada. Makan saya seadanya. Makan nasi hanya sekali dalam sehari, itu pun hanya lima sendok. Saya banyak makan sayur dan buah-buahan. Kalau pagi hanya sarapan roti pakai telur. Mungkin itu yang buat saya merasa sehat-sehat saja,” kata sastrawan yang sudah menghasilkan sekitar 400 cerita pendek dan belasan novel itu.
Ratna anak keenam dari 11 bersaudara dari pasangan Saleh Ibrahim dan Siti Bidahsari Arifin—keduanya sudah meninggal. Selain menjadi sastrawan, Ratna dikenal sebagai aktivis sosial-budaya yang turut mendirikan dan mengurusi Yayasan Bhakti Nurani, LSM Entropic Malang, Yayasan Kebudayaan Pajoeng Malang, dan Forum Pelangi Malang.
Peraih
beberapa penghargaan di bidang sastra dan feminisme itu pernah mengikuti
seminar dan pelatihan di luar negeri. Meski cacat, Ratna dikenal produktif dan
memiliki energi kreatif yang besar.
Ratna tidak hanya dikenal lewat cerita pendek dan cerita bersambung, tapi juga novel. Novel-novelnya, antara lain, Kado Istimewa, Menjelang Pagi, Namanya Massa, Lakon di Kota Senja, Sumi dan Gambarnya, Lemah Tanjung, Pecinan di Kota Malang, dan Lipstik dalam Tas Doni.
Novel Lemah Tanjung didedikasikannya kepada warga yang menentang
pembangunan perumahan mewah di atas lahan hutan kota. Perumahan itu kini
bernama Ijen Nirwana Residence milik Grup Bakrie.
Hebatnya, “Mbak Ratna menghasilkan karya-karyanya dalam kondisi fisik yang cacat atau difabel. Tak hanya jadi sastrawan, Mbak Ratna juga seorang aktivis terkenal di Malang,” ujar Daniel. ABDI PURMONO
CATATAN:
Laporan yang saya buat ini sudah dipublikasikan oleh Tempo Interaktif pada Minggu, 27 Maret 2011, pukul 14:57 WIB, dengan judul yang sama.
0 Komentar