Aji Santoso Foto-foto: ABDI PURMONO |
Ia pernah berguru kepada pelatih Chelsea, Jose Mourinho.
DARI balik musala, lelaki itu muncul. Bukan sepatu bola yang ditentengnya, bukan pula seragam bola. Lelaki bertampang bersih dengan hiasan kumis dan janggut rapi itu membawa sarung biru. Sarung yang terlipat rapi. Ia menyapa beberapa prajurit Batalyon Zeni Tempur 5 sebelum memasuki Lapangan Kepanjen di dekat gudang tua kompleks tentara itu.
Siapa mengira lelaki yang selalu menghiasi Lapangan Kepanjen setiap sore itu adalah Aji Santoso. Dialah salah satu pemain nasional yang tak pernah duduk di bangku cadangan. Tampangnya mirip ustad.
"Maaf lama menunggu. Sebagai muslim saya ingin terus
meningkatkan kualitas ibadah. Apa pun yang saya kerjakan dan saya dapat, sampai
saya menjadi seperti sekarang, adalah berkat rahmat dan kasih sayang Allah
SWT," kata mantan pemain Arema yang kini didaulat menjadi pelatih Metro
Football Club itu. Menurut sejumlah pemain Metro, Aji memang kian rajin
beribadah. Sebelum melatih, ia selalu saja terlihat khusyuk melakukan salat.
Sore itu, sehabis salat, Aji langsung menyambar bola. Ia
mengajari cara menyundul bola dengan akurat, merebut bola dari kaki lawan, dan
cara menghalau pergerakan lawan. Kecepatan, kelenturan, dan ketahanan fisik
pemain juga menjadi porsi latihan.
Aji menukangi Metro sejak Juni silam. Sebelumnya, ia menjadi
pelatih tim Pra-PON Jawa Timur setelah sukses meloloskan Persiko Kota Baru,
Kalimantan Selatan, dari kasta divisi III ke divisi II. Tiga lompatan kecil
yang berharga buat Aji.
Dunia kepelatihan adalah hal baru bagi pemain yang pensiun pada
usia 34 tahun itu. Saat para penggemarnya bersorak pada Minggu sore, 20 Juni
2004, Aji mengundurkan diri dari Arema. Acara pensiun itu ia diumumkan lewat
pengeras suara kepada publik sepak bola Malang, yang memadati Stadion Gajayana,
sebelum laga uji coba antara Arema—yang saat itu dibesut Benny Dolo—dan tim
nasional asuhan Ivan Venkov Kolev.
Aji diberi kesempatan berpamitan langsung kepada Aremania,
penggila Arema, dari tengah lapangan. Tiada kata yang terucap kecuali lambaian
tangan sebagai penanda perpisahan. Tempo menyaksikan
betapa ia dipuja dan dibanggakan Aremania. Apresiasi yang begitu megah membuat
Aji nyaris "nangis bombay" karena terharu.
"Saya sudah mendapatkan kesempatan mendedikasikan kemampuan
selama belasan tahun. Saya sedih sekali, terlebih saya belum selesai berjuang
bersama Arema untuk kembali ke divisi utama. Tapi saya harus memilih dan
memutuskan pensiun," kata Aji sambil menghela napas panjang.
Tak lama berselang, Aji mengikuti kursus kepelatihan yang
diselenggarakan Konfederasi Sepak Bola Asia selama dua pekan. Sejak itulah dia
disodori melatih Akademi Arema selama tiga bulan.
Dan sejak itulah dunia pelatih terbentang di hadapannya. Pada
pertengahan 2005, ia dipercaya Peter Withe, pelatih kepala tim nasional, untuk
memoles tim nasional U-17 ke kejuaraan ASEAN U-17, yang digelar oleh Federasi
Sepak Bola ASEAN di Bangkok, Thailand, 4-19 Juli 2005. Selanjutnya, pada 2006,
Aji melatih Persiko mulai Maret hingga Agustus.
"Saya ingin beribadah dengan menekuni profesi pelatih.
Dengan cara ini saya masih bisa mencari rezeki yang halal untuk menafkahi istri
dan kelima anak saya," ujar pemain yang memimpikan jadi pelatih sejak
tujuh tahun lalu itu.
PENGALAMANNYA menjadi pemain selama 19 tahun bagai buku pelajaran yang tak pernah terlupakan. Ia selalu mengajari para pemainnya seperti ia dulu pernah ditempa. Sesekali Aji juga membaca beberapa buku teori sepak bola dan rajin mengikuti perkembangan olahraga nasional dan dunia dari media massa guna menambah pengetahuan dan wawasannya.
Aji bersyukur pernah diajar oleh sejumlah pelatih terbaik di
negeri ini. Dari sekian banyak pelatih, Aji mengaku paling banyak menyerap ilmu
dan wawasan kepelatihan dari Andi M. Teguh (almarhum), bekas pelatih tim
nasional yang juga pernah melatih Arema (1989-1991). Pelatih asing di luar
Indonesia yang disukai Aji adalah Jose Mourinho, manajer-pelatih Chelsea.
Aji lahir di Kepanjen, Kabupaten Malang, pada 6 April 37 tahun silam.
Ia besar dalam lingkungan keluarga dengan ekonomi pas-pasan. Sejak kelas 2
sekolah dasar, ia mulai suka bermain sepak bola antarkampung.
Saban hari sepulang sekolah dan sebelum latihan, Aji harus
bekerja membungkus kerupuk di sebuah pabrik demi membantu orang tuanya. Dari
pabrik kerupuk, Aji kecil jadi tukang pikul di pasar. Ia biasa mengangkut
terasi dan ikan asin. Upah yang didapat dipakai buat menambah biaya sekolah.
Dengan nada melankolis, Aji bercerita, "Ketika saya makin
serius meniti karier di sepak bola, saya menyadari hikmah dan manfaat menjadi
seorang tukang bungkus kerupuk dan tukang panggul di pasar," kata Aji.
"Masa lalu turut membentuk saya seperti sekarang."
Bakat Aji makin terarah dan terasah di bawah asuhan Winarto,
pelatih klub Argo Manunggal Saunggaling (AMS), Kepanjen, selama dua tahun
(1985-1986). Dari AMS, Aji diterima di Persema Junior. Uang saku yang
diterimanya Rp 10 ribu.
Nama Aji makin dikenal berkat kepiawaiannya sebagai bek kiri.
Sinyo Aliandoe pun kepincut dan memboyong Aji ke Arema Malang, klub Galatama
yang baru saja dibentuk pada 11 Agustus 1987. Ia resmi jadi pemain profesional
dengan bayaran Rp 40 ribu per bulan.
"Saya tak mau pusing soal gaji. Obsesi saya waktu itu main
sebagus-bagusnya dan memberikan prestasi terbaik. Kalau bisa prestasi bagus,
toh nantinya soal gaji bisa ikut naik."
Aji benar. Bukan hanya bayarannya yang naik, Aji malah diminta
memperkuat tim nasional meski baru delapan bulan membela Arema. Piala
Kemerdekaan 2000 merupakan debutnya sebagai pemain tim nasional.
"Kadang-kadang...," Aji mengenang, "sampai
sekarang saya tak percaya jika karier saya waktu itu bisa melesat cepat. Tapi
saya sangat mensyukurinya. Allah telah memberikan ganjaran yang setimpal atas
pengorbanan saya pada masa kecil."
DI tim nasional, prestasi Aji sungguh sensasional. Namanya kian
kondang setelah ikut mempersembahkan medali emas SEA Games 1991. Masa keemasan
sebagai pemain nasional ia bukukan dalam kurun waktu 1990-1999.
Aji tetap berprestasi di kompetisi nasional. Ia tercatat sebagai
pemain yang tiga kali mempersembahkan gelar juara kompetisi PSSI, yakni untuk
Arema (1992/1993), Persebaya Surabaya (1997/1998), dan PSM Makassar
(1999/2000).
Yang membanggakan Aji lagi, ia tak pernah duduk sebagai pemain
cadangan, baik saat di tim nasional maupun di klub profesional. Ia selalu
menjadi pemain utama.
Kenangan termanis diperoleh Aji saat berkostum Merah-Putih. Di
final Piala Kemerdekaan di Senayan, Jakarta, September 2000, Aji menceploskan
satu gol dan menggenapkan skor keunggulan atas Irak menjadi 2-0.
Kenangan pahitnya, pada 1995, ia didemo Aremania gara-gara
memutuskan hengkang ke Persebaya, yang notabene musuh bebuyutan Arema. Sekitar
500 Aremania membentangkan spanduk berisi protes, tepat di depan hotel tempat
resepsi pernikahannya dihelat.
"Waktu itu saya sampai dicap sebagai pengkhianat. Tapi saya
tanggapi dengan dingin. Saya justru berprasangka baik saja bahwa Aremania
protes karena mereka mencintai saya."
Setelah merumput di Persebaya dan PSM, Aji balik ke kandang
Singo Edan, julukan Arema. Peruntungan Aji tak moncer.
Arema sempat terdegradasi dari divisi utama ke divisi I (2003) serta belum
sempat mengantar Arema menjuarai kompetisi divisi I dan kembali ke divisi
utama.
Kini, selain sibuk melatih Metro, Aji sedang berusaha
menghidupkan lagi CV Cipta Pratama, perusahaan pembuat peralatan sepak bola
yang ia dirikan pada 2000, dengan modal tabungan gaji dan bonus selama menjadi
pemain.
Hasil kerja kerasnya juga berwujud sebuah rumah di Perumahan
Taman Sulfat, Kota Malang. Di sinilah ia tinggal bersama keluarga tercintanya.
Pada waktu senggang, Aji menyempatkan diri bermain tenis. Ia
menjalani hobi ini sejak 1998 untuk menjaga kondisi tubuhnya tetap prima dan,
"Awet muda," katanya seraya ngakak.
Jika tak sibuk pun Aji berusaha selalu mengantar Bella, Mithan,
dan Kevin ke sekolah. Sorenya, melatih Metro. Malamnya, ia usahakan mengaji.
Sesibuk-sibuknya Aji, tentu tak lepas dari urusan bola. Sepak
bola memang pilihan hidupnya. Itu sebabnya ia selalu berusaha menyempatkan diri
ke Stadion Gajayana di Kota Malang dan Stadion Kanjuruhan di Kepanjen untuk
melihat pertandingan Persema dan Arema.
Setelah itu, Aji pasti kembali ke Kepanjen. ABDI PURMONO
-----------------------------
Nama : Aji Santoso
Tempat dan tanggal Lahir : Kepanjen, 6 April 1970
Istri : Rini
Anak : Bella Sabrina Sufi, 11 tahun, Mithan Andira Sufi (10),
Kevin Aji Ramadhan (8), Bintang Aji Ramadhan (6), Diva Tiara Sufi (4)
Karier :
•Argo Manunggal Saunggaling (1985/1986)
•Persema Junior (1986)
•Arema Malang (1987-1995)
•Persebaya Surabaya (1995-1999)
•PSM Makassar (1999/2000)
•Arema Malang (2001-2004)
•Tim Nasional (1990-1999)
Prestasi :
•Medali perak PON (Jawa Timur/1990)
•Medali emas SEA Games Filipina (timnas/1991)
•Medali perunggu SEA Games Singapura (timnas/1993)
•Juara Galatama (Arema Malang/1993)
•Juara Liga Indonesia (Persebaya/1998)
•Medali perak SEA Games Jakarta (timnas/1997)
•Medali perunggu SEA Games Brunei Darussalam (timnas/1999)
•Juara Liga Indonesia (PSM Makassar/2000)
0 Komentar