Syaifuddin Zuhri alias Gus Udin Foto: ABDI PURMONO |
Program penghijauan yang dicanangkan Gus Udin dikaitkan dengan program ketahanan pangan dan kemandirian energi. Metodenya sederhana. Setiap pembeli atau donatur harus lebih dulu mempunyai niat beramal dengan menyisihkan rezeki Rp 250 ribu, dengan imbalan sebidang tanah 1 meter persegi untuk menanam pohon. Donatur dibebaskan memilih pohon yang ia sukai, tetapi pohon utama yang disediakan adalah pohon beringin. "Jenis pohon sesuai dengan keinginan donatur dan silakan diberi nama, yang penting harus tanaman berusia panjang," ujar pria kelahiran Batu, 4 April 1967 itu.
Donatur diwajibkan menandatangani kontrak lingkungan yang disebut "Perjanjian Pohon Kebijaksanaan". Isinya antara lain pohon tidak boleh ditebang, donatur harus berkomitmen pada masalah lingkungan, tidak boleh merusak hutan, dan menghibahkan tanah yang dibeli untuk konservasi hutan.
Donatur pun mendapat sertifikat kepemilikan yang mencantumkan pohon yang ditanam atas nama diri sendiri atau lembaga. Mereka mendapat laporan tahunan dalam kegiatan Komunitas Merah Putih, lembaga swadaya masyarakat yang didirikan Gus Udin pada 1998. Mayoritas anggota komunitas bekerja sebagai petani dan peternak sapi perah. "Biasanya kami menyebutkan nama donatur untuk didoakan dalam setiap upacara keagamaan yang kami lakukan," ujarnya pula.
Komunitas Merah Putih berakar dari masyarakat yang bermukim di sekitar Gunung Panderman, mengusung misi menyelamatkan lingkungan melalui kegiatan penghijauan dan krisis energi yang diatasi dengan memberi bantuan sapi.
Ribuan sapi pedaging dibagikan pada masyarakat melalui kredit bergulir dengan jangka waktu satu sampai 1,5 tahun tanpa agunan. Modalnya hanya kepercayaan. Dana bersumber dari hasil menggadaikan sertifikat tanah dan rumah miliknya senilai Rp 1,6 miliar. Masyarakat dilatih memanfaatkan biogas dari kotoran sapi. Dia juga yakin, masyarakat tidak lagi menebang pohon karena sapinya bisa mendatangkan keuntungan.
Program pengadaan biogas di Toyomerto dirintis sejak 2003. Program ini didukung Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Pada 2005, PT Petrokimia Gresik membantu dana Rp 23 juta. Jumlah penduduknya malah lebih kecil, 275 keluarga, dibanding jumlah sapi, sekitar 3.600 ekor. Warga pun, dengan bekal Rp 750 ribu hingga Rp 1,5 juta, bisa mendapatkan gas gratis. Warga yang tak mempunyai ternak bisa meminta pada tetangga yang lain. Pemerintah Kota Batu pun meniru program biogas ala Gus Udin dan mengembangkannya di masyarakat secara gratis. Bahkan, diadopsi juga oleh warga Subang, Jawa Barat.
Kerja keras Gus Udin dengan Komunitas Merah Putih menuai sukses. Warga di sembilan desa ikut menanam beringin. Setelah program penghijauan dan pengadaan sapi berjalan, masyarakat pun diajak membangun masjid yang difungsikan sebagai tempat ibadah, pusat diskusi, dan musyawarah. Masjid yang terletak di Desa Bunder, Pujon, ini diberi nama Masjid Merah Putih. Masjid dibangun dengan swadaya masyarakat di atas tanah yang dihibahkan Sholeh Hadi, warga setempat. Untuk bahan fondasi, warga bergotong-royong memecah batu di sungai yang berjarak sekitar 500 meter. "Meski didera kemiskinan, masih ada warga yang berkeyakinan membangun bangsa ini," ujarnya.
Selain Komunitas Merah Putih, Gus Udin mendirikan Komunitas Hamba Allah Bale Agung Kawitan di Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, yang membina 25 anak yatim-piatu. Mereka diajari mencintai lingkungan dan manusia, serta dilatih agar mandiri setelah besar. Dana untuk membina anak-anak didapat dengan patungan atau swadaya masyarakat. "Kami juga tak menolak kalau ada donatur dan dermawan yang mau bantu asal tak pakai syarat aneh-aneh, misalnya minta dukungan politik dan sejenisnya," ujar bapak dua anak itu.
Dedikasi Komunitas Merah Putih berbuah beberapa penghargaan. Dua di antaranya penghargaan Zamrud Khatulistiwa dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan penghargaan Pusaka Penunggu Mata Air Gunung Semeru dari Padepokan Sawung Nalar. Sebaliknya, Gus Udin sendiri belum pernah mendapat penghargaan dari pemerintah. Dia pun tengah didukung Walhi agar bisa menerima penghargaan Kehati 2009 dari Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia itu.
Ikhtiar Kecil Gus Udin
Bermula dari kecemasan melihat masyarakat yang kalap menebangi pohon di hutan di kawasan Kota Batu untuk mendapatkan kayu bakar sebagai pengganti pengganti bahan bakar minyak tanah yang susah didapat. Sedangkan gas elpiji masih gampang-gampang susah diperoleh.
Dia terus diliputi kekhawatiran. Jika hutan terus digunduli, bencana mengintai. Mata air banyak yang hilang. Masyarakat di sekitar Gunung Panderman, misalnya, ditimpa bencana tanah longsor setiap musim hujan, tapi seperti tak pernah kapok. Gus Udin tak henti menyadarkan masyarakat hingga penebangan pohon menurun drastis dan bahkan boleh dibilang sudah tidak ada lagi.
Gus Udin sengaja menjual tanah miliknya di Gunung Bale untuk menghimpun dana untuk merawat pohon serta kegiatan sosial lainnya. Dia melibatkan lembaga adat, lembaga swadaya masyarakat, serta elemen masyarakat lainnya.
Hingga saat ini, kata Gus Udin, puluhan warga dari pelbagai daerah di Jawa Timur sudah mempunyai hutan dengan cara menghibahkan sebagian rezekinya lewat penanaman pohon di Gunung Bale. Setelah dihijaukan, beberapa mata air kembali mengalirkan air, seperti di Desa Oro-Oro Ombo, Pesanggrahan, Sidomulyo, Sisir, dan Songgokerto.
Baginya, hutan harus kembali ijo royo-royo agar negeri ini bisa selamat dan kembali tegak sebagai negara. Dia prihatin karena luas hutan semakin menyempit akibat penggundulan dan pembalakan liar. Apa yang dilakukannya, disebutnya sebagai ikhtiar kecil. ABDI PURMONO
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2009/02/14/Berita_Utama_-_Jatim/krn.20090214.156825.id.html
0 Komentar