Foto-foto: ABDI PURMONO
Danau Ranu Grati sudah ramai dikunjungi bertahun-tahun sebelum diresmikan.
Anda hobi memancing? Danau Ranu Grati di Desa Ranuklindungan, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, bisa dicoba untuk menjajaki kemampuan memancing dan kesabaran Anda.
Danau seluas 197 hektare ini mudah dijangkau. Hanya sekitar 60 kilometer dari Surabaya, bahkan cuma 15 kilometer ke arah timur dari Pasuruan. Pemandangannya indah.
Dari kejauhan, Anda bisa menikmati keagungan Gunung Penanjakan di selatan yang menjadi latar danau. Pucuk gunung setinggi 2.775 meter dari permukaan laut itu memang kerap ditutupi awan. Tak apalah, karena mungkin Anda akan sedikit kecewa melihat pemandangan yang mengganggu, yakni tebing bukit yang dipangkas oleh para penambang pasir dan batu.
Diresmikan sebagai obyek wisata sejak 2000, tempat ini memang belum setenar obyek wisata air lainnya. Namun, sebagai tempatnya para penggila memancing, Danau Ranu Grati sudah ramai dikunjungi bertahun-tahun sebelum diresmikan.
Rifa'i, warga Desa Sumberwaru, Kecamatan Nguling, Kabupaten Pasuruan, adalah salah seorang penggila memancing yang mengadu kemampuan di tempat ini sejak 1961, ketika dia masih berusia 8 tahun. Ia biasa menjalankan hobinya pagi hari hingga pukul 17.00 WIB. "Saya sengaja minta shift malam agar bisa memancing. Pimpinan saya di kantor sudah tahu hobi saya," tutur pria 55 tahun yang sehari-hari bertugas sebagai anggota Polisi Pamong Praja Kabupaten Pasuruan itu.
Pemancing juga berdatangan dari berbagai daerah lain di Jawa Timur, seperti Probolinggo, Lumajang, Malang, Batu, Sidoarjo, Mojokerto, dan Surabaya. Setiap minggu pengunjung berjumlah lebih dari 1.000 orang. Tiket masuk tergolong murah: Rp 1.000 per orang. Para pemancing lebih suka dengan tempat ini karena tidak diusik orang yang nyebur untuk mandi.
Pada musim panen, setiap Juli hingga Agustus, jumlah pemancing lebih melimpah. "Para pemancing dari Malang dan Batu biasanya datang menyewa truk," kata Mat Sayuti, salah seorang staf di kantor pengelola Danau Ranu Grati. Mereka biasa memancing hingga larut malam.
Danau ini juga dikhususkan untuk budi daya ikan air tawar, seperti mujair, gurami, nila, bandeng, patin, serta lempuk, sejenis ikan teri air tawar khas Ranu Grati. Budi daya dilakukan dengan sistem keramba, yang berbentuk petak-petak bagai tambak buatan dan mengapung di tengah danau. Pemiliknya warga setempat.
Beragamnya jenis ikan yang bisa dipancing di danau ini karena banyak berasal dari bibit ikan yang lolos dari petak keramba. "Salah satu daya tarik orang memancing di sini, ya, karena keberagaman jenis ikan," kata Sayuti.
Pengunjung juga diperbolehkan melihat keramba, tapi tentu saja tidak boleh memancing di situ. Terdapat enam unit sepeda air dengan tarif Rp 3.000 per orang per jam. Ada pula dua unit perahu boat, masing-masing berkapasitas 10 tempat duduk dengan ongkos sewa per orang Rp 2.500.
Obyek wisata ini juga dilengkapi dengan pelbagai fasilitas, seperti tempat ibadah, tempat bermain untuk anak-anak, dan hall terbuka bagi rombongan wisatawan.
Selain bisa mengenal budi daya ikan air tawar, pengunjung dapat membeli ikan segar dari peternak keramba dan menyantapnya di warung yang ada di dalam ataupun di luar kawasan wisata.
Namun, Anda perlu maklum, tempat ini belum dikelola dengan baik. Panorama cantik danau yang kerap dijadikan arena perlombaan dayung tingkat nasional itu sedikit terganggu dengan kondisinya yang kurang terawat. Sampah masih ditemukan di sana-sini.
Legenda Ranu Grati
Di balik keindahan panorama Danau Ranu Grati, terdapat legenda menarik. Syahdan, menurut hikayat penduduk setempat, Desa Ranuklindungan, bekas Kademangan Klindungan, dulu makmur berkat kesuburan alamnya.
Seorang yang sakti dan arif, Begawan Nyampo, pernah hidup di sana. Suatu hari, ia didatangi Endang Sukarni dari Keraton Mataram. Dia minggat dari istana. Kemolekan sang putri memikat hati Begawan.
Begawan memberikan sebilah pisau dengan pantangan tidak boleh ditaruh di pangkuan. Endang teledor, tak berapa lama ia pun hamil.
Penduduk jadi heboh. Apakagi Baru Klinthing, anak yang dilahirkan Endang, badannya dipenuhi sisik dan berekor menyerupai ular. Begawan dan Endang malu bukan kepalang. Baru Klinthing akan diasingkan, kecuali sang anak mampu melewati dua ujian.
Rupanya Klinthing sanggup melewati kedua ujian itu, yakni mengambil air dengan menggunakan keranjang bambu yang berlubang besar-besar. Ia juga berjaya mengalahkan buaya putih, yang tak lain adalah putra Raden Dodo Putih, adik Begawan Nyampo.
Usia Klinthing pendek. Ia tewas dibantai penduduk ketika bertapa. Tubuhnya dicacah menjadi 40 potongan dan dijadikan santapan. Tempat pembantaian itu kini bernama Desa Mblereh. Tempat pembersihan sisik (kresek) sekarang dinamai Desa Kresek. Tempat pemotongan tubuhnya kini jadi Desa Petangpuluh. Sedangkan tempat pembakaran daging Klinthing (tunu) diberi nama Desa Grati Tunon.
Endang Sukarni sendiri menyesal seumur hidup. Tanpa henti ia mencari sang putra. Bukannya dibantu, Endang malah dicerca penduduk. Endang menantang penduduk dengan menancapkan sebatang lidi ke tanah. Kalau lidi dapat dicabut, Endang yang mati.
Karena seluruh penduduk gagal, Endang sendiri yang mencabutnya. Seketika itu pula, menyemburlah air dengan deras yang menenggelamkan seisi desa. Penduduk tiada yang selamat. Semburan air itulah yang membentuk Danau Ranu Grati. ABDI PURMONO
http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2008/06/13/Berita_Utama_-_Jatim/krn.20080613.133595.id.html
2 Komentar
Selalu ada kisah di balik sebuah tempat ya
Balas@Anisa Ae: iya, Mbak, seperti banyak kisah yang Sampean bagi di blog Sampean. Matur nuwun...
Balas